TAPUT, kompasone.com - Sudah tujuh hari sejak banjir dan longsor menghantam Tapanuli Utara, namun sejumlah desa di dua kecamatan masih terisolir total.
Tanpa listrik, tanpa sinyal, dan tanpa akses jalan, warga bertahan dalam kondisi serba terbatas sambil menunggu bantuan yang datang lewat udara satu-satunya jalur yang masih memungkinkan.
Di Kecamatan Adiankoting, desa Pagaran Lambung II, III, IV, Pardomuan Nauli, dan Siantar Naipospos menjadi wilayah yang paling sulit dijangkau.
Material longsor setinggi beberapa meter masih menutup penuh badan jalan, membuat kendaraan tidak dapat masuk hingga ke pemukiman.
Hal serupa terjadi di Kecamatan Parmonangan, terutama di Desa Pertengahan, Manalu Purba, Batu Arimo, dan Purba Dolok.
Warga di desa-desa ini mulai kehabisan persediaan kebutuhan pokok.
“Sudah seminggu kami tidak bisa keluar. Beras tinggal sedikit, anak-anak menangis karena kelaparan habis,” ujar R. Manalu diamin sejumlah temannya warga Desa Pertengahan, melalui pesan yang disampaikan relawan. “ mereka kini hanya bisa berharap helikopter datang membawa bantuan.
Di Desa Pagaran Lambung III, situasi tak jauh berbeda. Seorang warga, Tukkot saat berjalan kaki ke Dapur umum di Desa Sibalanga menceritakan bahwa mereka hidup dalam kegelapan total sejak listrik padam.
“Malam-malam kami tanpa penerangan, sebab minyak, lilin juga tidak ada. Tidak ada sinyal, tidak tahu kapan bantuan datang. Rasanya seperti kami terputus dari dunia,” katanya.
Karena akses darat tak kunjung terbuka, distribusi bantuan harus dilakukan melalui udara.
Namun cuaca buruk membuat helikopter tertahan, memaksa warga kembali menunggu dalam kecemasan.
Di tengah segala keterbatasan, warga desa-desa terisolir hanya berharap satu hal jalan kembali terbuka agar bantuan, dan terutama keselamatan, tidak lagi bergantung pada helikopter dan cuaca.
“Jangan lama-lama membuka jalan ini,” harap T. Hutagalung warga Adiankoting.
“Kami bukan butuh bantuan mewah yang penting akses terbuka supaya kami bisa bertahan.” tambahnya
Lambannya pembukaan akses jalan memicu kritik warga yang merasa penanganan bencana belum secepat kondisi darurat yang mereka alami.
Hingga kini, alat berat masih berupaya menyingkirkan material longsor di beberapa titik krusial.
(Bernat L Gaol)
