Kabupaten Puncak, kompasone.com - (opini)
Di tengah pendropan Militer dan Kontak tembak Antara TNI vs TPNPB OPM melahirkan konflik berkepanjangan di Kabupaten Puncak, ribuan masyarakat terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke tempat yang lebih aman. Mereka hidup dalam ketakutan dan trauma.
Masyarakat yang Mengungsi berasal dari Distrik Gome dan Gome Utara. Menurut laporan Tim investigasi Ham, 10 Juni 2025, Masyarakat yang Mengungsi menembus hingga 850 orang, tak termasuk anak-anak.
Di tanah pengungsi tak ada ruang kebebasan, hak memperoleh makan, hak akses kesehatan, pendidikan, dan hak-hak mendasar lainya di batasi oleh Aparat TNI dengan alasan keamanan.
Wakerkwagwe adalah seorang Ibu tua aktif dalam pelayanan Gereja GKII sebagai Ketua Kaum Ibu/perkawan, Dia salah satu dari ribuan masyarakat yang terpaksa mengungsi. Ia tinggal di Distrik Gome, salah satu daerah yang paling terdampak konflik. Sebelum mengungsi, Wakerkwagwe hidup dengan suami-nya dan dua anaknya di sebuah rumah kecil di pinggir desa. Mereka hidup sederhana, dengan suaminya bekerja sebagai petani dan wakerkwagwe sebagai ibu rumah tangga.
Hidup berpaspasan dari hasil kebun, suka beribadah dan selalu mengutamakan kasih akan Orang lain.
Namun, ketika konflik semakin meningkat, wakerkwagwe dan keluarganya terpaksa meninggalkan rumah mereka. Mereka berjalan kaki selama berjam-jam, membawa beberapa barang yang mereka bisa bawa, dan akhirnya tiba di sebuah tempat pengungsian. Di sana, mereka hidup bersama dengan ratusan masyarakat lainnya yang juga terpaksa mengungsi.
Seisi rumah dan Harta benda lainya tak dibawa, akibat bunji tembakan tak kunjung selesai. Helikopter terus menguntip dan menurunkan Bom mortir. Di tengah kebingungan, di benak pikiranya hanya "lari dan sembunyi berlindung".
Mereka hidup dalam satu rumah 10 hingga 20 kepala keluarga. Makan dan minum menjadi tantangan berat. Harapan akan anak-anak mereka memperoleh menjadi mengejar masa depan juga tak kunjung selesai.
Setiap Sore hari, mereka selalu duduk di bukit dan merenung. Ekspresi penuh dengan duka cita, Entah apa yang direnungkan. Kondisi semakin buruk dan pasokan makanan mulai habis, kebun mulai berumputan.
Kehidupan di tempat pengungsian sangat sulit. Makanan dan air bersih sangat terbatas, dan sanitasi sangat buruk. Wakerkwagwe dan anak-anaknya harus berbagi makanan satu piring dan tempat tinggal dengan keluarga lainnya. Mereka hidup dalam ketakutan dan trauma, tidak tahu apa yang akan terjadi besok.
Bantuan kemanusiaan dari komunitas/organisasi dan pemerintah sedikit banyak membantu mereka. Namun, kebutuhan akan keamanan dan stabilitas masih sangat jauh dari harapan. Wakerkwagwe berharap suatu hari nanti mereka bisa kembali ke rumah mereka dan hidup dengan tenang.
"Kami hanya ingin hidup dengan damai dan sejahtera seperti dulu," katanya dengan harapan yang masih membara.
Lebih lanjut Wakerkwagwe sambil menatap langit, sebelum ada Tentara Indonesia (TNI) kami selalu aman. Suami saya cari kus-kus hutan, saya juga ambil sayur di kebun bebas, tapi sejak ada TNI kami dilarang, bahkan ada keluarga kami juga dapat Bunuh saat hendak berkebun, Namanya Agus Murib, dari Tobanggi I.
Harapan dan Ketakutan
Wakerkwagwe memiliki harapan besar bahwa suatu hari nanti konflik di Gome dan Gome Utara, Kabupaten Puncak akan berakhir. Ia berharap bahwa pemerintah pusat dan pihak-pihak yang terkait kirahnya bekerja sama untuk menyelesaikan konflik dan memulihkan keamanan di daerah tersebut.
Namun, ketakutan juga menghantui pikirannya. Apa jika konflik semakin meningkat? Apa jika mereka tidak bisa kembali ke rumah mereka? Apa jika anak-anaknya tidak bisa bersekolah lagi?
Wakerkwagwe mencoba untuk tetap optimis, tetapi ketakutan dan ketidakpastian membuat hidupnya sangat sulit. Ia berharap bahwa ada solusi yang bisa ditemukan untuk menyelesaikan konflik, menarikan TNI dari wilayah sipil demi kedamaian dan memulihkan keamanan di Kabupaten Puncak.
Upaya Pemulihan
Pemerintah, DPRD, Mahasiswa Puncak Se-Indonesia serta Organisasi Pemerhati Kemanusiaan telah melakukan upaya untuk memulihkan keamanan dan stabilitas di Kabupaten Puncak. Dengan upaya-upaya
Demo damai, membentuk Tim investigasi mendorong hingga ke Pusat. Merekajuga telah mengirimkan bantuan kemanusiaan dan melakukan upaya untuk berdialog menyeruhkan penarikan pendoropan Militer/hentikan pengiriman Militer.
Namun, upaya pemulihan masih sangat jauh dari selesai. Pemerintah pusat enggan tak kunjung dengar, seakan menutup mata dan telinga. Wakerkwagwe dan masyarakat lainnya masih hidup dalam ketakutan dan trauma, dan kebutuhan akan keamanan dan stabilitas masih sangat besar.
Wakerkwagwe berharap bahwa pemerintah pusat dan pihak-pihak yang terkait semoga Tuhan mengetok hati mereka untuk memulihkan keadaan ini.Ia berharap bahwa suatu hari nanti mereka bisa kembali ke rumah mereka dan hidup dengan tenang.
Kesimpulan
Cerita wakerkwagwe dan masyarakat pengungsi di Kabupaten Puncak menggambarkan kesulitan hidup yang mereka alami akibat konflik yang berkepanjangan. Mereka hidup dalam ketakutan dan trauma, dengan kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal yang tidak terpenuhi. Namun, mereka masih memiliki harapan besar bahwa suatu hari nanti konflik akan berakhir dan mereka bisa kembali ke rumah mereka dan hidup dengan tenang.
________________________
Mis Murib adalah Penulis Cerita ini, Ia juga aktivis kemanusiaan, yang sedang mendorong kasus-kasus Ham di Kabupaten Puncak.