Sumenep, Kompasone.com - opini -
Praktik culas niaga elpiji 3 kg bersubsidi kembali mencuat, mencoreng wajah keadilan energi di negeri ini. Toko-toko besar yang tak mengantongi izin penyalur dari Pertamina, dengan sengaja dan penuh keserakahan, kedapatan menyalurkan gas melon bersubsidi ke luar wilayah demi meraup keuntungan haram. Tindakan ini jelas melanggar regulasi yang telah ditetapkan dan mengkhianati amanat subsidi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat miskin yang berhak.
Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2015 dengan jelas mengatur bahwa penyaluran LPG bersubsidi hanya boleh dilakukan oleh penyalur resmi yang memiliki izin dari Pertamina dan memenuhi persyaratan ketat. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa subsidi energi tepat sasaran dan tidak diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Praktik culas penyaluran LPG 3 kg bersubsidi ke luar wilayah masih marak terjadi, seolah-olah hukum dan regulasi tak berdaya menghadapi keserakahan para pelaku.
Regulasi secara tegas menyebutkan bahwa penyalur yang berhak menyalurkan LPG bersubsidi adalah:
Penyalur yang telah mendapatkan izin dari Pertamina dan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Agen LPG yang telah ditunjuk oleh Pertamina untuk menyalurkan LPG bersubsidi ke daerah-daerah.
Koperasi atau badan usaha lain yang telah mendapatkan izin dari Pertamina untuk menyalurkan LPG bersubsidi ke daerah-daerah.
Di luar kategori ini, tidak ada satupun pihak yang berhak menyalurkan LPG bersubsidi.
Ancaman sanksi bagi para pelanggar pun tidak main-main. Sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha atau penutupan tempat usaha, sanksi pidana berupa denda atau penjara, hingga sanksi perdata berupa gugatan dari pihak yang dirugikan, semuanya telah disiapkan untuk memberikan efek jera. Bahkan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal 53 ayat (1), mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Namun, mengapa praktik culas ini masih terus terjadi? Pertanyaan ini tentu menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum. Apakah penegakan hukum di negeri ini masih lemah dan tumpul? Atau jangan-jangan ada oknum-oknum yang bermain mata dengan para pelaku, sehingga praktik haram ini terus langgeng?
Sudah saatnya kita bertindak tegas. Jangan biarkan praktik culas ini terus merajalela dan merampas hak masyarakat miskin. Aparat penegak hukum harus bertindak cepat dan tanpa kompromi. Usut tuntas para pelaku, berikan hukuman yang setimpal, dan jangan biarkan mereka lolos dari jeratan hukum.
Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keadilan energi di negeri ini. Laporkan jika Anda menemukan praktik penyaluran LPG 3 kg bersubsidi yang mencurigakan. Jangan biarkan keserakahan segelintir orang merusak tatanan energi yang seharusnya adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
(R. M Hendra)