Sumenep, Kompasone.com – Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sumenep tengah menjadi pusat perhatian publik menyusul dugaan serius atas manipulasi data mustahik dalam pelaksanaan program isbat nikah massal. Program yang sejatinya bertujuan mulia ini, dengan alokasi dana Rp70 juta untuk 200 pasangan suami-istri (pasutri) atau setara Rp350.000 per pasangan, kini terindikasi kuat sarat pelanggaran hukum dan berpotensi menjadi kasus penyelewengan dana zakat umat yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana.
Kejanggalan signifikan mencuat dari disparitas data yang diungkapkan oleh pihak berkompeten. Pada 24 Juni 2025, Hidayat, seorang pegawai bagian Informasi Pengadilan Agama Sumenep, secara tegas mengonfirmasi kepada awak media bahwa total pasutri yang menjalani proses sidang isbat dan menerima bantuan dari BAZNAS pada bulan Mei lalu hanya berjumlah 141 pasangan. Pernyataan ini secara telak bertolak belakang dengan klaim Ketua BAZNAS Sumenep, Rahman, yang menyatakan bahwa bantuan isbat nikah ini menyasar 200 pasangan.
Menurut Rahman, program ini merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk membantu pasutri yang belum memiliki buku nikah sah dari Kantor Urusan Agama (KUA). Ia juga menegaskan bahwa sebelum dana dicairkan, KUA Batuan Putih bersama Kepala Desa Badur Batuan Putih telah melakukan pendataan terhadap warga yang telah bertahun-tahun tidak memiliki surat nikah sah. Namun, inkonsistensi data antara 200 pasangan yang diklaim BAZNAS dan 141 pasangan yang tercatat di Pengadilan Agama Sumenep memunculkan pertanyaan krusial: ke mana raibnya alokasi dana untuk 59 pasangan senilai Rp20.650.000 (59 x Rp350.000)?
Mekanisme pencairan dana yang diungkapkan Rahman, yakni dari BAZNAS kepada Kepala Desa Badur, kemudian ke KUA Batuan Putih, lalu ke Pengadilan Agama Sumenep, seharusnya menjamin akuntabilitas. Namun, perbedaan mencolok dalam jumlah penerima manfaat menimbulkan dugaan kuat adanya penyimpangan pada tahap verifikasi dan distribusi dana. Ketimpangan data ini mengindikasikan kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam proses validasi mustahik oleh pihak penanggung jawab BAZNAS, yang berkewajiban untuk memastikan kesesuaian data antara jumlah yang diajukan dengan realisasi di lapangan.
Dalam konteks hukum, dugaan manipulasi data ini berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana penyelewengan dana umat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, serta dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi jika terbukti adanya penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara/masyarakat. Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas penuh dari BAZNAS Sumenep atas kasus ini. Aparat penegak hukum diharapkan segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam guna mengungkap kebenaran dan menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab ke meja hijau.
(R. M Hendra)