Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Subkontraktor Berantai di Proyek Kejari Kota Pasuruan Picu Reaksi Keras

Jumat, Mei 02, 2025, 11:30 WIB Last Updated 2025-05-02T06:33:54Z


Kota Pasuruan, kompasone.com – Polemik mencuat usai terungkapnya dugaan praktik subkontrak berantai dalam proyek rehabilitasi atap Gedung Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pasuruan, yang bertanggung jawab atas pengawasan proyek, justru memantik kontroversi baru lewat respons yang dianggap menghindar dari substansi.


Kepala Bidang Tata Ruang PUPR Kota Pasuruan, U'ung Mahfud Jakfar, saat ditemui wartawan, memberikan jawaban singkat terkait tudingan tersebut. "Saya tidak tahu soal itu. Proyeknya dikerjakan tahun lalu. Soal subkontrak itu ngawur," ujar U’ung, menepis informasi yang beredar di masyarakat.


Pernyataan tersebut langsung ditanggapi serius oleh salah satu pihak keempat, berinisial H.M., yang mengaku ikut serta dalam pengerjaan hingga tahap penyelesaian. Ia menunjukkan sejumlah bukti seperti perjanjian kerja dengan pihak ketiga, nota pengiriman material, hingga bukti transfer pembayaran yang belum dilunasi.


“Kami bukan bekerja tanpa dasar. Ada dokumen resmi yang bisa dibuktikan. Kalau disebut ngawur, bagaimana dengan semua transaksi dan pekerjaan yang sudah kami selesaikan?” ucap H.M. sembari memperlihatkan kronologi tertulis kepada wartawan.


H.M. juga menyoroti lemahnya pengawasan dari dinas terkait selama proyek berjalan. Ia menyebut, sistem pelaksanaan tidak transparan, bahkan sempat mengalami keterlambatan akibat kesepakatan yang tidak ditepati oleh pelaksana utama.


“Bahkan untuk pembayaran cor beton yang dikirimkan, saya harus tanggung sendiri karena pelaksana tak sanggup menutupi biaya. Padahal kami bekerja atas nama proyek resmi,” ujarnya dengan nada kecewa.


Menanggapi peristiwa tersebut, pengamat kebijakan publik dari Universitas  Brawijaya Malang, Dwi A. Rachman, menilai pernyataan dinas adalah bentuk pengingkaran terhadap tanggung jawab publik. Ia menyatakan bahwa transparansi adalah kewajiban dalam setiap kegiatan yang bersumber dari anggaran negara.


“Jika ada kerugian di tingkat pelaksana, maka instansi pengawas wajib turun tangan. Membiarkan ini berlarut sama saja menutup mata atas penderitaan masyarakat yang menjadi korban,” tutur Dwi A. Rachman dalam keterangannya.


Ia menyarankan agar dilakukan audit investigatif menyeluruh, termasuk terhadap perusahaan pemenang tender dan seluruh jaringan subkontraktor yang terlibat. Audit tersebut dinilai penting untuk mengungkap kemungkinan pelanggaran administratif maupun pidana.


Kepala Dinas PUPR belum memberikan tanggapan meskipun telah dimintai konfirmasi. Di sisi lain, beberapa pihak yang merasa dirugikan tengah menyiapkan laporan hukum. Aktivis anti-korupsi H. Denny Yanuar menyatakan, pihaknya akan mengawal kasus ini hingga ke jalur peradilan, bahkan siap melakukan aksi demonstrasi jika tidak ada penindakan tegas.


Tim/Muh

Iklan

iklan