Pasuruan, kompasone.com – Penertiban pedagang kaki lima (PKL) di depan Kantor DPRD Kabupaten Pasuruan pada Selasa, 20 Mei 2025, menuai polemik dan reaksi keras dari sejumlah pedagang. Aksi yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama unsur TNI, Polri, serta beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) berlangsung sejak pagi dan berujung ketegangan di lapangan.
Dalam kegiatan tersebut, petugas gabungan membongkar lapak, mengangkut gerobak, serta menyita kursi dan peralatan masak milik PKL yang berjualan di area tersebut. Penertiban dilakukan sebagai bentuk penegakan ketertiban umum dan pemulihan fungsi trotoar.
“Kami hanya menjalankan tugas sesuai arahan pimpinan untuk menciptakan ruang publik yang tertib dan nyaman,” ujar Agung, Kepala Seksi Pembinaan dan Pengawasan Satpol PP Kabupaten Pasuruan, saat ditemui di lokasi. Ia menegaskan bahwa proses penertiban telah didahului oleh tiga tahap teguran kepada para pedagang.
Agung juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memberi kesempatan kepada PKL untuk membongkar lapak secara mandiri. “Kami tidak serta-merta membongkar. Kami sudah beri waktu. Bahkan kami bantu saat pembongkaran agar tidak merusak barang-barang dagangan,” katanya.
Namun, penertiban ini tak berlangsung mulus. Beberapa pedagang menolak dan mengaku telah mendapat izin dari anggota DPRD untuk berjualan di lokasi tersebut. Salah satunya adalah Samsul, pedagang minuman, yang mempertanyakan keadilan dalam pelaksanaan kebijakan itu.
“Saya punya izin dari DPRD untuk jualan di sini. Kalau mau dibongkar, jangan pilih kasih. Di sebelah barat RSUD juga banyak pedagang. Harusnya ditertibkan semua, jangan cuma di sini,” kata Samsul dengan nada kesal.
Ketegangan sempat terjadi ketika sejumlah pedagang mempertahankan lapaknya dan terlibat adu mulut dengan petugas. Meski demikian, situasi berhasil dikendalikan tanpa tindakan represif dari aparat.
Di sisi lain, Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan, melalui siaran pers, menekankan bahwa penertiban dilakukan sebagai bagian dari program penataan kota. “Kami bukan anti pada pedagang. Tapi ketertiban harus ditegakkan. Silakan berjualan, tapi di tempat yang telah disediakan,” ucapnya.
Pemerintah Kabupaten Pasuruan telah menyediakan beberapa titik lokasi alternatif untuk relokasi PKL. Namun sebagian besar pedagang mengaku lokasi tersebut kurang strategis dan sepi pembeli.
Situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai koordinasi antara pemerintah daerah dan legislatif, mengingat adanya pengakuan pedagang soal izin yang diberikan oleh oknum di DPRD. Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari DPRD terkait klaim tersebut.
Sementara warga sekitar menanggapi penertiban ini dengan beragam. “Sebenarnya jadi lebih rapi, tapi kasihan juga pedagangnya,” ujar Lina, seorang pegawai yang bekerja di sekitar kantor DPRD.
Kasus ini menyoroti pentingnya komunikasi antar lembaga dan perlunya solusi jangka panjang dalam menata kawasan publik tanpa mengorbankan mata pencaharian warga.
Muh