Kota Pasuruan, kompasone.com – Dugaan pelanggaran dalam proyek rehabilitasi Gedung Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan kembali mengemuka. Proyek yang menelan anggaran Rp2,2 miliar itu kini menjadi sorotan lantaran sejumlah penyedia lokal mengklaim belum menerima pembayaran atas material dan jasa kerja yang telah disuplai.
H. M., seorang pemasok material bangunan, mengungkapkan bahwa dirinya telah memenuhi permintaan pengiriman bahan sejak awal proyek. Ia mengaku hingga saat ini belum menerima pembayaran yang dijanjikan. “Saya disuruh terus kirim barang, katanya uang menyusul. Sudah hampir dua tahun belum dibayar sepeser pun. Padahal saya harus menutup utang bank,” ujar H. M. kepada wartawan.
Menurut penelusuran, total nilai tagihan yang belum dibayarkan kepada sejumlah penyedia lokal diperkirakan mencapai lebih dari Rp900 juta. Situasi ini menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha kecil yang merasa dikorbankan dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Sugeng Samiaji, Ketua DPD Jatim LSM Jawapes, menyatakan bahwa lemahnya pengawasan dan pelaksanaan proyek menjadi akar masalah. Ia meminta agar Aparat Penegak Hukum segera turun tangan untuk mengusut kasus ini. “Negara semestinya melindungi rakyat kecil, bukan malah menyusahkan. Jangan sampai ini dibiarkan dan jadi praktik yang berulang,” katanya tegas.
Sugeng juga menyinggung temuan bahwa kontraktor utama proyek Kejari kembali memenangkan proyek lain, yaitu pembangunan Taman Mekkah tahap 3, meskipun penyelesaian proyek sebelumnya dinilai bermasalah. Ia menilai kondisi ini mencederai prinsip keadilan dan akuntabilitas.
Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan, Gustaf, saat dimintai keterangan, menyatakan bahwa pihaknya telah memenuhi kewajiban sesuai kontrak. “Kami sudah melunasi pembayaran ke pemenang tender. Untuk urusan internal mereka, kami tidak bisa ikut campur,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan tersebut tidak diterima baik oleh para penyedia yang merasa dirugikan. Mereka menyatakan akan membawa masalah ini ke ranah hukum dan menuntut kejelasan dari pemerintah daerah. Mereka juga mendesak agar sistem tender dan subkontraktor dievaluasi menyeluruh.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Pasuruan, Rudi, hanya memberikan jawaban singkat saat dikonfirmasi lewat pesan singkat. Sikap ini dinilai publik sebagai bentuk ketidakpedulian terhadap keluhan warga yang turut berkontribusi dalam pembangunan.
Sugeng menambahkan bahwa pihaknya akan melaporkan kasus ini kepada Presiden, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lembaga terkait lainnya agar tidak terjadi pembiaran. Ia menegaskan pentingnya tanggung jawab moral dan hukum dari seluruh pihak yang terlibat.
Kasus ini membuka tabir lemahnya sistem pengawasan dan transparansi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur. Pemerintah diharapkan segera bertindak agar kepercayaan publik terhadap tata kelola proyek negara tidak semakin luntur.
Muh