Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Polemik Peremajaan Kota Sumenep, Aksi Pemangkasan Pohon dan Retorika Kepala DLH yang Kontroversial

Kamis, April 24, 2025, 10:47 WIB Last Updated 2025-04-24T03:47:48Z


Sumenep, Kompasone.com - opini

Resonansi publik adanya peremajaan lanskap perkotaan di Sumenep baru-baru ini memantik atensi publik, khususnya warga Kecamatan Kota sumenep. Inisiatif pemangkasan pohon-pohon rindang yang menaungi ruas jalan Diponegoro, Bangselok, yang selama ini dikenal teduh oleh pepohonan Angsana, menjadi sorotan utama. 


Kendati argumentasi peremajaan kota dan optimalisasi pencahayaan matahari bagi ruang publik menjadi narasi yang digaungkan, implementasi di lapangan justru menyisakan pertanyaan mendasar terkait etika komunikasi publik dan potensi agenda tersembunyi di balik layar.


Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep, Arif, terjun langsung dalam kegiatan tersebut, sebuah gestur yang secara superfisial dapat diinterpretasikan sebagai bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap estetika kota.


 Namun, narasi ini menemukan antitesisnya dalam respons Arif terhadap representasi media yang tidak secara eksplisit diundang dalam sesi wawancara dengan awak media lainnya. Alih-alih menunjukkan sikap inklusif dan transparan, Arif justru menampilkan mimik sinis dan wajah masam saat hendak dikonfirmasi. Gestur ini, yang disaksikan oleh khalayak, memunculkan spekulasi serius mengenai karakter kepemimpinan yang kurang akomodatif terhadap fungsi kontrol sosial yang diemban oleh pers.


Dalam konteks relasi antara pejabat publik dan media, transparansi dan akuntabilitas merupakan fondasi esensial dalam negara demokratis. Sikap eksklusif dan tendensius terhadap media tertentu dapat diinterpretasikan sebagai upaya fragmentasi informasi dan potensi penyembunyian agenda yang tidak sepenuhnya selaras dengan kepentingan publik. 


Tindakan Arif yang terkesan mengabaikan representasi media yang tidak diundang, terlebih dengan ekspresi wajah yang kurang bersahabat, mengindikasikan sebuah paradoks dalam implementasi kebijakan publik. Di satu sisi, terdapat narasi peremajaan kota demi kepentingan masyarakat luas; di sisi lain, terdapat praktik komunikasi yang justru menciptakan jarak dan kecurigaan di antara elemen-elemen masyarakat sipil.


Fenomena ini memantik refleksi kritis terhadap motif di balik keterlibatan langsung Kepala DLH dalam kegiatan pemangkasan pohon. Apakah ini murni didorong oleh imperatif perbaikan lingkungan dan estetika kota, ataukah terdapat kalkulasi politis dan upaya pencitraan personal di ranah birokrasi? 


Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat bahwa setiap tindakan pejabat publik, terutama yang melibatkan alokasi sumber daya dan perubahan signifikan pada ruang publik, tidak terlepas dari pengawasan dan evaluasi masyarakat.


Lebih lanjut, insiden ini menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai etika komunikasi publik bagi para pemangku kebijakan. Media, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki fungsi krusial dalam menyampaikan informasi secara objektif dan menjadi medium artikulasi aspirasi masyarakat. 


Sikap abai atau bahkan antagonistik terhadap media dapat mencederai prinsip keterbukaan informasi publik dan menghambat terciptanya dialog konstruktif antara pemerintah dan warga negara.


Peremajaan kota, sebagai sebuah proyek publik, seharusnya melibatkan partisipasi dan komunikasi yang efektif dengan seluruh elemen masyarakat, termasuk media. Keterlibatan langsung Kepala DLH dalam kegiatan di lapangan seharusnya dimanfaatkan sebagai momentum untuk membangun dialog yang inklusif dan transparan, bukan justru menciptakan sekat dan prasangka. 


Sikap sinis dan eksklusif terhadap sebagian media justru kontraproduktif dengan tujuan peremajaan kota yang seharusnya berorientasi pada kepentingan seluruh warga Sumenep.


Oleh karena itu, insiden ini tidak sekadar persoalan etika komunikasi seorang pejabat publik. Lebih dari itu, ia merefleksikan potensi adanya agenda tersembunyi atau setidaknya kurangnya pemahaman yang komprehensif mengenai prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang salah satunya adalah transparansi dan akuntabilitas.


 Masyarakat Sumenep berhak mendapatkan penjelasan yang utuh dan argumentasi yang rasional terkait kebijakan peremajaan kota ini, yang disampaikan melalui mekanisme komunikasi yang inklusif dan menghargai peran serta seluruh elemen masyarakat, termasuk media. Sikap defensif dan eksklusif hanya akan memperkuat asumsi adanya ketidakberesan dan menghambat terciptanya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan