Sumenep, Kompasone.com - Di tengah gemerlap peradaban yang kian mengikis nilai-nilai luhur, sebuah tragedi memilukan menyelimuti Kabupaten Sumenep. Amanah suci, yang diembankan untuk mengamankan legalitas Masjid Laju, kini berlumuran noda pengkhianatan. Sertifikat, yang seharusnya menjadi perisai kokoh bagi warisan sejarah ini, justru berpindah tangan ke individu yang tak memiliki hak, SB, seorang Camat di Pulau Ra’as Kabupaten Sumenep.
Peristiwa ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sebuah simfoni kesedihan yang menggetarkan jiwa masyarakat Sumenep. Masjid Laju, yang berdiri angkuh sejak 1624, lebih tua 100 tahun dari Masjid Jamik Sumenep, kini terancam kehilangan identitasnya. Sejarah panjang yang terukir di setiap relung masjid, saksi bisu perjuangan Pangeran Anggadipa, seolah menatap tak berdaya menyaksikan ketidakadilan ini.
"Setelah sertifikat terbit Oktober lalu, Iwan menyerahkannya bukan kepada saya, melainkan kepada SB yang tidak memiliki kepentingan apa pun dalam urusan dengan pihak Masjid Laju," ungkap Abdul Hamid, Ketua Nadzir Masjid Laju, dengan nada getir.
Abdul Hamid, dengan keberanian yang membara, melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan yang melibatkan anggota nadzir berinisial I H dan SB. Laporan yang telah diterima Polres Sumenep dengan nomor LP/B/131/III/2025/SPKT/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur, pada Jumat, 3 Maret 2025, ini menjadi bidikan sniper hukum karena diduga sudah melanggar Pasal 374 atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan.
Kasus ini berawal dari amanah yang diberikan Abdul Hamid kepada I H pada Juni 2024 untuk mengurus dokumen kepemilikan tanah wakaf Masjid Laju. Namun, alih-alih melaporkan perkembangan, I H diduga menggelapkan sertifikat tanah wakaf yang telah terbit. Fakta yang lebih mencengangkan, sertifikat tersebut kini berada dalam genggaman SB, yang diduga menerimanya sebagai jaminan utang.
Tindakan SB, seorang pejabat negara, yang tidak memiliki kepentingan hukum untuk memegang sertifikat tanah wakaf Masjid Laju, menimbulkan pertanyaan besar. Upaya pengambilan kembali sertifikat melalui Lurah Kelurahan Kepanjin pun menemui jalan buntu. Pihak Nadzir Masjid Laju telah melayangkan somasi kepada I H dan SB, namun hingga kini tak berbalas.
Nurmawan Wahyudi SH, kuasa hukum pelapor dari Kantor Bahral & Bahral Law Firm, mendesak aparat kepolisian untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius. "Kami sangat berharap Polres Sumenep menindaklanjuti dugaan tindak pidana penggelapan yang telah kami laporkan ini," tegasnya.
Lebih lanjut, Nurmawan Wahyudi SH juga meminta Bupati dan Inspektorat Kabupaten Sumenep untuk memeriksa dan mengevaluasi perilaku SB sebagai pejabat negara. "Kami juga berharap Bupati dan Inspektorat memeriksa dan mengevaluasi perilaku pejabat negara Kabupaten Sumenep yang tidak sesuai kode etik," ungkapnya.
Kasus dugaan penggelapan sertifikat tanah wakaf Masjid Laju ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga ujian integritas bagi aparat penegak hukum dan pejabat negara di Kabupaten Sumenep. Masyarakat menanti tindakan tegas dan transparan dari pihak berwenang untuk mengungkap kebenaran. Kasus ini menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di Sumenep. Masyarakat menanti keadilan ditegakkan, agar sejarah Masjid Laju tidak ternoda oleh tangan-tangan serakah.
Perlunya masyarakat untuk Memahami Status Tanah Wakaf Hak dan Kewajiban yang Perlu Diketahui. Tanah wakaf adalah tanah hak milik yang dihibahkan kepada nadzir (pengelola wakaf) melalui proses hukum yang sah dan diikrarkan sesuai syariat Islam. Tujuannya adalah agar tanah tersebut memberikan manfaat bagi umat Islam. Umumnya, setelah diwakafkan, tanah tersebut dimanfaatkan untuk membangun masjid, sekolah, madrasah, atau fasilitas umum lainnya.
Dalam beberapa kasus, ada warga yang awalnya tidak memiliki tempat tinggal kemudian menempati tanah wakaf untuk membangun rumah. Namun, perlu dipahami bahwa menempati tanah wakaf tidak berarti memiliki hak atas tanah tersebut. Siapa pun boleh menempati tanah wakaf, asalkan tidak memiliki niat untuk mengklaim kepemilikan dengan mengajukan sertifikat tanah.
Tanah wakaf tetap menjadi milik Allah SWT dan dikelola oleh nadzir sesuai peruntukan yang telah ditetapkan. Warga yang menempati tanah wakaf hanya memiliki hak guna, bukan hak milik. Tanah wakaf tidak boleh disertifikatkan atas nama individu. Pemanfaatan tanah wakaf harus sesuai dengan tujuan awal wakaf, yaitu untuk kemaslahatan umat Islam.
Kasus konyol ini menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di Sumenep. Masyarakat menanti keadilan ditegakkan, agar sejarah Masjid Laju tidak ternoda oleh tangan-tangan serakah. Dengan memahami status dan aturan terkait tanah wakaf, diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman atau sengketa di kemudian hari.
(R. M Hendra)