Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

KJJT Kecam Kekerasan Aparat terhadap Jurnalis saat Liputan Demonstrasi

Selasa, Maret 25, 2025, 23:13 WIB Last Updated 2025-03-25T16:13:22Z


Surabaya, Kompasone.com– Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap dua jurnalis, Wildan Pratama dari Suara Surabaya dan Rama Indra dari Beritajatim.com, saat meliput aksi demonstrasi penolakan UU TNI di depan Gedung Grahadi, Senin (24/3/2025). Insiden ini menjadi sorotan karena mencerminkan ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.


Ketua Umum KJJT, Ade S. Maulana, menegaskan bahwa tindakan represif terhadap jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


"Kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya adalah tindakan yang tidak bisa ditoleransi. Aparat seharusnya melindungi, bukan justru melakukan intimidasi dan kekerasan," ujarnya.


Rama Indra, salah satu korban, menjelaskan bahwa ia telah meliput aksi unjuk rasa sejak pukul 14.16 WIB. Demonstrasi awalnya berlangsung damai, namun mulai memanas pada pukul 16.22 WIB ketika massa aksi melempari barikade polisi dengan botol. Situasi semakin ricuh dengan adanya lemparan batu, petasan, dan molotov.


Kericuhan sempat mereda saat azan Maghrib, di mana sebagian peserta aksi dihentikan dan diamankan. Namun, usai Maghrib, massa kembali bertahan di sekitar Alun-Alun Kota Surabaya. Aparat berusaha membubarkan mereka dengan water cannon serta mendorong massa ke Jalan Yos Sudarso dan Jalan Pemuda. Aksi dorong-dorongan berlanjut, hingga eskalasi kembali meningkat ketika massa melempari polisi dengan batu, kayu, dan pecahan keramik trotoar.


Sekitar pukul 18.28 WIB, Rama Indra yang berada di sisi samping aparat tengah merekam momen pembubaran aksi.


"Saya melihat beberapa polisi menangkap dua pendemo, lalu memukuli dan menginjak mereka. Saya merekam kejadian itu dengan ponsel," ungkap Rama.


Namun, tak lama kemudian, ia justru menjadi sasaran kekerasan aparat.


"Tiga hingga empat polisi berseragam dan berpakaian sipil mendatangi saya, memaksa menghapus rekaman tersebut. Mereka memukul kepala saya dan menyeret saya. Saya sudah menunjukkan kartu pers yang tergantung di leher, tetapi tetap dipaksa menghapus video itu," tuturnya.


"Saya dipukul beberapa kali di kepala dengan tangan kosong dan kayu. Handphone saya diancam akan dibanting. Beruntung ada rekan jurnalis dari Detik.com dan Kumparan.com yang menolong dan menegur aparat yang memiting saya," tambahnya.


Akibat insiden ini, Rama mengalami luka baret di pelipis kanan, benjol di kepala, serta lecet pada bagian dalam bibir kiri.


Menanggapi kejadian ini, Ketua Umum KJJT, Ade S. Maulana, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran berat yang harus diusut tuntas.


"Kami mendesak Kapolda Jawa Timur untuk segera menindak tegas aparat yang terlibat. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya persoalan individu, tetapi juga menyangkut kebebasan pers dan hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang akurat," ujarnya.


Ade juga menegaskan bahwa jurnalis menjalankan tugasnya sebagai bagian dari pilar demokrasi yang harus dihormati oleh semua pihak, termasuk aparat keamanan.


"Jika kasus ini tidak ditindaklanjuti, kami siap mengambil langkah hukum dan menggelar aksi solidaritas sebagai bentuk protes atas tindakan represif ini," tegasnya.


KJJT juga mengimbau seluruh jurnalis di Jawa Timur agar tetap waspada dalam bertugas serta segera melaporkan segala bentuk intimidasi atau kekerasan yang dialami di lapangan.


Tuntutan KJJT


Sebagai bentuk solidaritas dan perlindungan terhadap kebebasan pers, KJJT mengajukan beberapa tuntutan kepada pihak berwenang, yaitu:


1. Kapolda Jawa Timur segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada aparat yang terlibat.


2. Jaminan perlindungan bagi jurnalis yang bertugas di lapangan, terutama dalam situasi demonstrasi dan bentrokan.


3. Kepolisian wajib memberikan edukasi kepada anggotanya mengenai hak-hak jurnalis dan pentingnya kebebasan pers dalam sistem demokrasi.


4. Pemerintah harus memastikan kebebasan pers tetap terjaga dan tidak ada lagi tindakan represif terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.


Dengan adanya kejadian ini, KJJT berharap ada perbaikan dalam perlindungan terhadap jurnalis, sehingga insiden serupa tidak terulang.


"Jurnalis bukan musuh. Mereka bekerja untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Kami berharap kejadian ini menjadi yang terakhir dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak," pungkas Ade.


Muh

Iklan

iklan
iklan