Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Ketidaktegasan Polair Kalianget Dipertanyakan, Melindungi Ekosistem atau Pelaku Ilegal?"

Senin, Maret 10, 2025, 21:27 WIB Last Updated 2025-03-10T14:28:02Z


Sumenep, Kompasone.com - Praktik penangkapan ikan ilegal menggunakan jaring pukat dogol katrol kembali menjadi sorotan tajam, menguji efektivitas penegakan hukum di perairan Sumenep. Penangkapan beberapa pelaku yang diduga terlibat dalam praktik destruktif ini seharusnya menjadi momentum untuk memberantas tuntas jaringan ilegal ini hingga ke akar-akarnya.


Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik ilegal ini masih marak, seolah hukum kehilangan taringnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen aparat penegak hukum dalam melindungi sumber daya laut yang rentan.


Penggunaan jaring pukat dogol katrol merupakan pelanggaran nyata terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) No. 1 Tahun 2015, yang secara tegas melarang penggunaan alat tangkap ini karena dampaknya yang merusak ekosistem laut. Praktik ini bukan hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga bertentangan dengan Konvensi Internasional tentang Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Ikan (UN Fish Stocks Agreement).


Sanksi hukum yang mengancam para pelaku pun tidak main-main, mulai dari pencabutan izin usaha, denda, hingga penahanan kapal. Namun, implementasi hukum di lapangan terkesan lemah, memunculkan dugaan adanya oknum-oknum yang bermain di balik layar.


Informasi yang beredar menyebutkan adanya dugaan keterlibatan "bos besar" yang berperan sebagai pengepul ikan hasil tangkapan pukat dogol katrol dan pengepul solar subsidi HL. Ironisnya, para "bos besar" yang telah masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polair Kalianget, terkesan mengabaikan panggilan pemeriksaan.


Lebih mengkhawatirkan lagi, muncul dugaan keterlibatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) setempat yang aktif menerima pasokan ikan dari hasil tangkapan ilegal tersebut. Jika dugaan ini benar, maka ini merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah penegakan hukum dan perlindungan sumber daya alam.


Lambannya penanganan kasus ini oleh Polair Kalianget menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan mereka dalam menegakkan hukum. Ketidakmampuan penyidik untuk memberikan keterangan signifikan terkait pemanggilan para terduga pelaku semakin memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam proses penegakan hukum.


Jika Polair Kalianget tidak segera mengambil tindakan tegas, bukan tidak mungkin muncul dugaan adanya oknum anggota yang terlibat dalam praktik ilegal ini. Hal ini akan merusak citra institusi penegak hukum dan mencederai rasa keadilan masyarakat.


Masyarakat Sumenep menuntut penegakan hukum yang tegas, transparan, dan tidak pandang bulu. Praktik penangkapan ikan ilegal harus diberantas tuntas, dan para pelaku, termasuk oknum-oknum yang terlibat, harus diadili sesuai dengan hukum yang berlaku.


Penegakan hukum yang lemah hanya akan melanggengkan praktik ilegal ini, merusak ekosistem laut, dan merugikan nelayan tradisional yang taat hukum. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumber daya laut Sumenep.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan
iklan