MEDAN , Kompasone.com - Sorotan terhadap tata kelola PT Pertamina Patra Niaga (PPN) semakin tajam. Sekretaris Jenderal Relawan Satgas Inti Prabowo (SIP), Edison Marbun, mendesak pemerintah untuk melakukan pembersihan menyeluruh di jajaran komisaris dan direksi perusahaan tersebut. Desakan ini muncul menyusul dugaan pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) yang berpotensi merugikan negara serta menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BBM produksi Pertamina.
Menurut Edison, pengusutan kasus dugaan pengoplosan BBM oleh direksi PPN harus dilakukan hingga ke akar-akarnya. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab tidak hanya berhenti pada direksi sebagai eksekutor kebijakan, tetapi juga harus melibatkan komisaris yang berperan sebagai pengawas utama perusahaan.
"Dewan Komisaris memiliki kewajiban hukum untuk mengawasi kebijakan direksi. Jika mereka gagal dalam menjalankan fungsi tersebut atau bahkan mengetahui adanya praktik yang merugikan negara tetapi tidak bertindak, maka mereka harus dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku," ujar Edison Marbun kepada wartawan di Medan, Jumat (14/3).
Komisaris Bisa Dijerat Hukum, Ini Dasarnya!
Edison merinci bahwa dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), Pasal 108 ayat (1), Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan perusahaan. Sementara itu, Pasal 114 UUPT menyebutkan bahwa komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi apabila terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga menimbulkan kerugian perusahaan atau negara.
Lebih lanjut, dalam konteks hukum pidana, komisaris juga berpotensi dijerat dengan Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) apabila ditemukan bukti bahwa mereka mengetahui adanya praktik korupsi, tetapi memilih untuk membiarkannya.
"Tidak hanya dari aspek pidana, secara perdata pun mereka bisa dimintai pertanggungjawaban pribadi apabila terbukti bertindak di luar kewenangannya atau terlibat dalam keputusan yang berakibat pada kerugian negara," tambahnya.
BUMN Wajib Transparan, Pengawasan Harus Diperketat!
Edison juga menyinggung Peraturan Menteri BUMN No. PER-10/MBU/2012 tentang tata kelola perusahaan yang baik di lingkungan BUMN. Regulasi tersebut menegaskan bahwa komisaris wajib memastikan direksi menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengelolaan perusahaan.
"Jika komisaris gagal dalam menjalankan peran ini, maka ada indikasi kuat terjadinya kelalaian dalam pengawasan. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius," tegas Edison.
Dengan berbagai dasar hukum yang kuat, Edison mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah konkret dengan merombak jajaran komisaris dan direksi PT Pertamina Patra Niaga.
Menanti Keberanian Pemerintah, Akankah Bertindak Tegas?
Kasus ini bukan sekadar isu korporasi, tetapi menyangkut kepentingan publik dan stabilitas energi nasional. Jika tidak segera ditangani dengan serius, skandal ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina sebagai penyedia BBM utama di Indonesia.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa prinsip transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum benar-benar ditegakkan.
> Akankah pemerintah bertindak tegas, atau justru membiarkan masalah ini berlalu begitu saja? Jawabannya akan segera terungkap dalam waktu dekat.
(Zoel).