Makassar, kompasone.com – Penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang TNI hasil revisi kembali menggema, kali ini datang dari internal kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI). Pada Rabu (26/3), Aliansi Mahasiswa UMI menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Rektorat UMI, Jl. Urip Sumoharjo, Makassar, menuntut agar civitas akademika kampus mereka menyatakan sikap menolak UU TNI.
Aksi dipimpin oleh Ali, selaku jenderal lapangan. Ia menegaskan bahwa pembentukan dan pengesahan UU TNI melanggar prinsip hukum dan berpotensi menghidupkan kembali praktik militerisme yang mencederai ruang sipil dan demokrasi.
""Kami dari Aliansi Mahasiswa UMI menuntut seluruh civitas akademika UMI untuk mengeluarkan statement menolak dan mencabut UU TNI. Dari hasil diskusi kami, proses pembentukannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum," ujar Ali.
Lebih jauh, Ali mengingatkan bahwa UMI tidak bisa melupakan sejarah kelam yang pernah terjadi di lingkungan kampus itu sendiri. Ia menyebut dua peristiwa besar: Tragedi Amarah dan Tragedi Memar, di mana militer disebut melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa UMI.
"Kami tidak melupakan sejarah kelam di kampus ini. Senior kami pernah mengalami kekerasan, penindasan, bahkan penculikan oleh aparat. Maka kami menolak UU TNI yang membuka ruang militerisme kembali," tegasnya.
Ia juga menyoroti pernyataan Wakil Rektor III UMI, Hj. Nur Fadhilah Mapaselleng, S.H., M.H., Ph.D., yang menurutnya tidak mengambil sikap meskipun memiliki latar belakang akademisi dan pakar hukum.
"Kami menilai seharusnya beliau sebagai akademisi memiliki analisis, bukan justru meminta kami yang menyusun analisis. Padahal kami sudah mengkaji dampak UU ini dan menolak keras isinya," lanjutnya.
Menanggapi aspirasi mahasiswa, Nur Fadhilah Mapaselleng menyampaikan bahwa UMI sebagai lembaga pendidikan tidak akan mengeluarkan pernyataan sikap atas pengesahan UU TNI. Namun, ia membuka ruang diskusi lanjutan jika mahasiswa mengirimkan surat resmi disertai data dan analisis hukum yang relevan.
"Silakan kirim surat resmi beserta bukti bahwa proses pembentukan UU TNI tidak sesuai dengan aturan. Setelah itu, saya akan diskusikan bersama rektor dan para pakar hukum UMI," ujarnya.
Pernyataan ini justru menuai kritik dari massa aksi. Mereka menilai sikap rektorat sebagai bentuk penghindaran dari tanggung jawab moral kampus sebagai ruang intelektual dan pembela rakyat.
Aliansi Mahasiswa UMI menyatakan akan menyusun surat resmi seperti yang diminta dan menyuarakan penolakan UU TNI melalui berbagai media sosial.
-VAL