Sumenep, Kompasone.com -opini-
Sebuah pusaran kontroversi mengguncang Kabupaten Sumenep, bermula dari dugaan penyelewengan dana kapitasi yang akan menyeret nama seorang dokter berinisial RK, sebut saja Rifza Kamily, Nama Samaran . Kasus ini berkembang menjadi drama panjang, di mana istilah "maling teriak maling" menjadi relevan, dengan tudingan dan upaya untuk menjatuhkan Kadinkes P2KB.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bagian Pidana Khusus (Pidsus) Jawa Timur, sebagai lembaga penegak hukum yang independen, merespons kegaduhan publik ini dengan bertindak cepat. Kedatangan Pidsus dari Kejati ke Kejaksaan Negeri Sumenep dengan segala upaya yang terkesan terburu-buru, termasuk penggunaan fasilitas Kejaksaan Negeri Sumenep, mengindikasikan keseriusan mereka dalam mengungkap kebenaran di balik kasus ini.
Namun, kecepatan Kejati dalam bertindak menimbulkan pertanyaan. Apakah mereka terburu-buru mau mengglandang oknum dokter yang diduga sebagai pelaku sebenarnya? Apakah ada aktor lain yang bermain di balik layar menciptakan manajemen konflik hingga menyeret nama Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) P2KB Pemkab Sumenep?! Entahlah kita tunggu saja hasil yang sebenarnya.
Sebuah peribahasa bijak mengatakan, "Jangan memercik air didulang, biar tidak terkena muka sendiri." Peribahasa ini mengingatkan kita untuk tidak tergesa-gesa menuduh atau menghakimi seseorang sebelum fakta yang sebenarnya terungkap. Sebab, bisa jadi tuduhan itu berbalik arah dan mengenai diri sendiri.
Dalam kasus ini, Kejati perlu bertindak hati-hati dan profesional. Jangan sampai mereka terjebak dalam pusaran opini publik yang belum tentu sesuai dengan fakta hukum yang ada. Kejati harus mampu memisahkan antara fakta hukum dan opini publik, serta tidak boleh terpengaruh oleh tekanan dari pihak manapun.
Di sisi lain, Dinkes Sumenep juga tidak boleh lepas tangan dalam kasus ini. Mereka harus proaktif memberikan informasi yang benar dan transparan kepada publik, serta bersedia bekerja sama dengan Kejati dalam mengungkap kebenaran.
Kasus ini menjadi ujian bagi semua pihak terkait. Kejati diuji independensi dan profesionalismenya, Dinkes diuji transparansi dan akuntabilitasnya, dan publik diuji kecerdasan dan kedewasaannya dalam menerima informasi.
Sebagai penutup, mari kita ingat pepatah Jawa, "Gajah, tak kan ada gading yang tak retak." Pepatah ini mengingatkan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan tersebut. Jika ada kesalahan atau pelanggaran hukum, maka harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Semoga kasus ini dapat segera diselesaikan dengan baik dan transparan, sehingga kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan dengan petunjuk Notulen yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh oknum dr Rifza Kamiiy untuk membuat keputusan yang sudah ia bangun sendiri dan menuding Kadinkes P2KB sebagai Kambing Hitam. (The Next episode)
(R. M Hendra)