Sumenep, Kompasone.com – Program proyek pemagaran kuburan yang didanai dari pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD dan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, dugaan penyimpangan dana dan informasi yang tidak akurat dari pejabat dinas menjadi pusat perhatian. (4/11/2024)
Berdasarkan informasi yang dihimpun, DLH telah menyalurkan dana Pokir untuk proyek pemagaran kuburan kepada sejumlah kelompok masyarakat (Pokmas) yang mengajukan proposal. Namun, dalam sebuah pernyataan kepada media, Kepala Bidang Pokir di DLH memberikan keterangan yang menyesatkan terkait lokasi proyek yang telah dicairkan 75% dari anggarannya.
Awalnya, Kepala Bidang tersebut menyatakan bahwa proyek tersebut berada di Desa Kebunan. Namun, setelah pemberitaan tersebut terbit, ia kemudian meralat pernyataannya dan mengaku bahwa lokasi yang benar adalah Desa Bangkal, Kecamatan Kota Sumenep. Pernyataan yang berubah-ubah ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Pokir.
Merespons informasi tersebut, Rasyid, seorang aktivis pemerhati, melakukan investigasi langsung ke Desa Bangkal. Hasil penyelidikannya menunjukkan bahwa tidak ada proyek pemagaran kuburan yang sedang berlangsung di desa tersebut. Bahkan, Sekretaris Desa Bangkal pun membenarkan bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya proyek tersebut.
Pernyataan yang tidak konsisten dari Kepala Bidang Pokir dan hasil investigasi di lapangan semakin menguatkan dugaan adanya upaya untuk menutup-tutupi informasi terkait proyek ini. Publik pun menjadi semakin tidak percaya terhadap kinerja DLH dan mempertanyakan ke mana sebenarnya dana Pokir tersebut dialokasikan.
Menyikapi situasi ini, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah daerah segera melakukan audit terhadap penggunaan dana Pokir untuk proyek pemagaran kuburan. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar pihak berwenang mengusut tuntas dugaan penyimpangan yang terjadi dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat.
"Kami meminta agar kasus ini diusut tuntas dan diungkap ke publik. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana yang berasal dari pajak mereka digunakan. Jika terbukti ada penyimpangan, maka harus ada tindakan hukum yang tegas," tegas Rasyid.
Secara hukum, tindakan Kepala Bidang Pokir yang memberikan informasi yang tidak benar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pasal 263 KUHP mengatur tentang pemalsuan surat. Selain itu, jika terbukti ada aliran dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Kasus dugaan penyimpangan dana Pokir dalam proyek pemagaran kuburan ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah untuk selalu mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui bagaimana uang pajak mereka digunakan dan memastikan bahwa dana tersebut digunakan untuk kepentingan publik.
Kompasone.com akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memberikan informasi terbaru kepada pembaca.
(R. M Hendra)