Pasuruan, Kompasone.com – Muhammad Sa’ud alias Gus Tom, seorang warga Malang, resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bangil, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa (21/10/2025). Permohonan itu ditujukan kepada Polres Pasuruan melalui Polda Jawa Timur atas dugaan pelanggaran prosedur dalam proses penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan terhadap dirinya.
Gugatan tersebut diajukan melalui Law Office Na’im & Partners yang diketuai Ainun Na’im MR., S.H., M.H.. Dalam berkas resmi yang diserahkan ke PN Bangil, pihak pemohon menilai aparat penyidik telah melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena sejumlah prosedur tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan uraian fakta, Gus Tom disebut ditangkap pada 2 Oktober 2025 di rumahnya di Malang tanpa surat pemanggilan sebelumnya. Saat penangkapan berlangsung, petugas juga tidak menunjukkan surat tugas maupun surat perintah penangkapan. Dokumen perkara baru diterima sehari kemudian, yakni pada malam 3 Oktober 2025.
“Penangkapan dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Klien kami tidak pernah menerima surat panggilan, bahkan keluarga tidak mendapatkan tembusan penangkapan,” ujar Yunita Panca MS., S.Sos., S.H., salah satu anggota tim hukum. Ia menegaskan, tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan (3) KUHAP, yang mewajibkan aparat menunjukkan surat tugas serta memberikan tembusan kepada keluarga tersangka.
Kuasa hukum lainnya, Aswin Amrullah, S.H., M.H., menyoroti kejanggalan pada penerbitan surat penyidikan. Ia mengungkapkan bahwa Surat Perintah Penyidikan (SP.Sidik) dan Surat Perintah Tugas (SP.Gas) diterbitkan pada 2 September 2025, sebulan sebelum peristiwa yang disangkakan terjadi pada 1 Oktober 2025. “Bagaimana mungkin surat penyidikan keluar sebelum kejadian dan laporan polisi? Ini jelas menunjukkan cacat hukum,” tegasnya.
Selain itu, penetapan tersangka terhadap Gus Tom dinilai tidak melalui gelar perkara, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (2) Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019. Menurut tim hukum, proses itu diabaikan meski kasus yang dituduhkan bukan perkara tertangkap tangan. Karena itu, penetapan tersangka dianggap prematur dan tidak memenuhi prinsip keadilan.
Tim hukum juga mempertanyakan legal standing pelapor dalam perkara tersebut. Dari hasil telaah, objek laporan merupakan tanah makam atau fasilitas umum, bukan milik pribadi pelapor. Sementara bangunan yang dibongkar di lokasi disebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB/PBG). “Pelapor tidak memiliki kepentingan hukum langsung, sehingga laporan polisi semestinya tidak bisa dijadikan dasar penetapan tersangka,” jelas Bambang Wahyu Widodo, S.H., M.H.
Dalam petitum yang diajukan, pemohon meminta PN Bangil menyatakan penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan terhadap Gus Tom tidak sah secara hukum. Selain meminta pembebasan dan pemulihan nama baik, pihaknya juga menuntut ganti rugi sebesar Rp10 juta atas kerugian materiil dan immateriil yang dialami kliennya.
Pemohon turut meminta kepolisian menyampaikan permohonan maaf secara terbuka melalui media massa selama dua hari berturut-turut. Sidang praperadilan dijadwalkan digelar dalam waktu dekat di PN Bangil, dengan harapan majelis hakim dapat menilai secara objektif seluruh bukti dan dalil hukum yang diajukan.
Muh
