Nabire, kompasone.com – Masyarakat dari lima distrik di Beoga, Kabupaten Puncak, bersama mahasiswa asal Puncak, mempertanyakan pelayanan kesehatan gratis yang dilakukan aparat TNI di kampung Ambobra, Nungai, Yenggeren, dan Mamere. Dalam pelayanan tersebut, warga menuding adanya dugaan pemaksaan agar masyarakat berobat, meski dalam kondisi sehat. Sebagian warga menyatakan tetap memilih berobat di Puskesmas Milawak, Distrik Beoga.
Menurut kesaksian warga, aparat TNI memang melakukan pelayanan kesehatan massal di sejumlah kampung. Namun, warga mengaku terpaksa mengikuti pemeriksaan karena dipaksa. Mereka juga belum mengetahui secara jelas asal-usul pasokan obat-obatan yang digunakan. Selain itu, aparat juga dilaporkan membagikan makanan gratis kepada anak-anak dan masyarakat di Beoga.
Melihat praktik ini, mahasiswa asal Kabupaten Puncak mencurigai adanya misi terselubung di balik pelayanan kesehatan dan pembagian makanan gratis tersebut. “Kami patut mencurigai, apalagi pelayanan seperti ini bukan tugas TNI. Seharusnya tenaga kesehatan yang melakukan. Menurut kami ini aneh,” ungkap salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.
Masyarakat dan mahasiswa mempertanyakan sejumlah hal: apa sebenarnya tugas aparat TNI di wilayah sipil? Mengapa mereka mengambil alih pelayanan kesehatan? Apakah tidak ada tenaga medis hingga aparat turun tangan? Dari mana asal distribusi obat dan makanan?
Informasi yang dihimpun media menyebutkan, pelayanan TNI tersebut mencakup pemberian obat, pengambilan sampel darah, serta pengecekan suhu tubuh. Namun, menurut warga, aparat yang bertugas mengenakan seragam lengkap dengan senjata dan perlengkapan tempur, sehingga menimbulkan rasa takut dan intimidasi.
“Kami dalam keadaan sehat, tapi dipaksa ikut periksa. Ada warga yang ingin berobat ke Puskesmas Milawak, namun dilarang aparat. Mereka juga memberi obat meski kami tidak sakit, bahkan memaksa mengambil darah. Kami masyarakat kecil tidak bisa melawan, jadi hanya mengikuti. Tolong sampaikan ke DPR, Bupati, atau Gubernur. Menurut kami, aparat hadir bukan untuk melindungi, tapi punya niat lain,” ujar seorang warga yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Lebih jauh, masyarakat menilai TNI bahkan menggunakan fasilitas umum seperti kantor desa di Mamere dan Yenggeren tanpa izin kepala kampung maupun kepala distrik. Karena itu, warga mendesak aparat segera meninggalkan wilayah sipil dan tidak lagi menggunakan fasilitas umum tanpa koordinasi.
“Jika ini terus dibiarkan, nama baik institusi TNI bisa tercoreng. Kehadiran aparat di ranah sipil justru menambah potensi konflik yang bisa berujung pada pengungsian maupun pelanggaran HAM,” ungkap seorang tokoh masyarakat.
Sementara itu, pihak Kodim 1717 Kabupaten Puncak yang dikonfirmasi menjelaskan bahwa program makanan bergizi gratis (MBG) merupakan program pemerintah yang wajib dilaksanakan satgas TNI. Adapun pelayanan kesehatan disebut sebagai bagian dari pembinaan teritorial untuk membantu masyarakat di daerah yang jauh dari fasilitas kesehatan.
“Kalau soal pemaksaan, itu tidak benar. Justru kehadiran satgas bertujuan membantu pemerintah daerah dalam pelayanan kesehatan. Untuk stok obat-obatan, satgas memang dibekali dan biasanya berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat,” terang pihak Kodim.
Meski demikian, masyarakat berharap aparat tetap bertugas sesuai fungsi utamanya dan tidak mengambil alih peran sipil. Kehadiran TNI di wilayah rawan konflik seperti Puncak, bila tidak dikendalikan, dikhawatirkan justru meningkatkan eskalasi konflik.
Masyarakat meminta agar aparat tidak menggunakan alat negara untuk melakukan intimidasi, diskriminasi, maupun interogasi terhadap warga sipil tanpa alasan jelas. Mereka juga menuntut agar kantor desa yang dijadikan pos segera dikosongkan.
(MM)