Pamekasan, Kompasone.com - Gelombang kemarahan dan tudingan praktik lancung mengguncang wilayah Madura. Bea Cukai Madura dituding melakukan pembiaran yang sistematis, bahkan disinyalir terlibat dalam persekongkolan keji dengan tidak mengambil tindakan tegas terhadap pabrik rokok PR Cahayaku.
Pabrik yang diduga kuat dimiliki oleh seorang bernama Haji Ahmad ini terindikasi secara terang-benderang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Bagaimana mungkin otoritas kepabeanan dan cukai ini membiarkan praktik penggunaan pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya (SKT untuk rokok filter merek Turbo Premium) terus berlangsung tanpa sanksi yang berarti?
Aktivis pemerhati rokok ilegal, Ahmadi, dengan retorika yang tajam mengecam keras inkonsistensi dan kelambanan Bea Cukai Madura. Menurutnya, pembiaran praktik ilegal ini bukan hanya merugikan keuangan negara akibat potensi penggelapan pajak, melainkan juga merupakan pengkhianatan terhadap hak-hak konsumen.
"Bea Cukai seharusnya tanpa ragu mencabut Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) pabrik rokok yang secara nyata melakukan praktik penipuan dan pelanggaran hukum. Ini adalah kejahatan ekonomi yang terstruktur dan sistematis yang harus dilawan dengan tindakan hukum yang tegas," serunya dengan nada geram.
Ahmadi menggarisbawahi Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang secara eksplisit mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai barang yang diperdagangkan, termasuk jenis dan identitas produk yang tercermin dalam pita cukai.
Tindakan PR Cahayaku yang diduga menempelkan pita cukai SKT pada rokok filter merek Turbo Premium jelas merupakan praktik penyesatan informasi yang secara langsung merugikan konsumen. Lebih lanjut, Ahmadi mengingatkan konsekuensi pidana yang menanti pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut, berupa pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp 2 miliar.
"Pita cukai adalah representasi legitimasi produk dan jaminan pembayaran pajak. Penggunaan pita cukai yang salah peruntukan adalah bentuk manipulasi informasi yang tidak dapat ditoleransi. Jika praktik busuk ini terus dibiarkan, negara akan terus merugi dan ekosistem persaingan usaha yang sehat akan hancur," tegas Ahmadi.
Senada dengan itu, seorang warga Pamekasan berinisial S mengungkapkan adanya dugaan kuat "backing" dari oknum berpengaruh yang membuat pabrik rokok ilegal tersebut seolah kebal terhadap hukum.
"Rokok filter Turbo Premium dengan pita cukai 'saltuk' itu kabarnya dilindungi orang kuat. Anehnya, Bea Cukai Madura terkesan tidak berdaya untuk menindak. Produknya bahkan bebas beredar luas hingga lintas provinsi tanpa ada sentuhan hukum," ungkapnya dengan nada heran dan kecewa. Ia menilai praktik penggunaan pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya sebagai tindak pidana kejahatan yang luar biasa dan tidak dapat dibiarkan.
Ironisnya, konfirmasi yang berulang kali diajukan kepada admin Bea Cukai Madura berujung pada kebuntuan informasi. Sementara itu, inisial W, yang disebut-sebut sebagai putra Haji Ahmad, pemilik pabrik rokok yang diduga melakukan pelanggaran, juga memilih untuk bungkam, mengindikasikan adanya upaya untuk menutupi praktik ilegal ini.
Ketidakberanian Bea Cukai Madura yang berkantor di Pamekasan untuk menindak tegas produsen rokok ilegal ini adalah representasi nyata dari lemahnya penegakan hukum di wilayah tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan profesionalisme institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas pelanggaran di bidang cukai. Padahal, keberadaan rokok ilegal bukan hanya merugikan negara dari segi potensi pendapatan pajak, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat karena tidak adanya standar kualitas dan komposisi yang jelas.
Publik menyoroti kepemimpinan Muhammad Syahirul Alim di Bea Cukai Madura, yang terkesan hanya fokus pada penindakan di jalanan yang menyasar kurir atau sopir pengangkut rokok ilegal, sementara aktor intelektual dan produsen utama dibiarkan beroperasi dengan leluasa. Situasi ini memunculkan spekulasi liar mengenai adanya praktik transaksional di balik layar yang melumpuhkan fungsi penegakan hukum yang seharusnya dijalankan secara imparsial dan tanpa kompromi.
Kasus dugaan persekongkolan dan impunitas pabrik rokok ilegal di Pamekasan ini adalah tamparan keras bagi citra penegakan hukum di Indonesia. Negara tidak boleh kalah dengan praktik-praktik mafia yang merugikan keuangan negara dan mengancam hak-hak konsumen.
Tindakan tegas dan transparan dari Bea Cukai pusat dan aparat penegak hukum lainnya sangat dibutuhkan untuk membongkar jaringan kejahatan ini dan memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku. Jika tidak, wibawa hukum akan terus tergerus dan praktik-praktik ilegal serupa akan terus menjamur, merusak tatanan ekonomi dan sosial bangsa.
(R. M Hendra)