Sumenep, Kompasone.com - Di ufuk timur Pulau Sapudi, Kecamatan Nonggunong, Kabupaten Sumenep, menjulang gagah sebuah mahakarya arsitektur bahari. Mercusuar Tarebung, sang penjaga laut yang menempati posisi terhormat sebagai menara suar tertinggi kedua di Indonesia, bukan sekadar penunjuk arah bagi para pelayar. Ia adalah monumen bisu yang menyimpan jejak peradaban, saksi bisu geliat zaman, dan kini, menjadi inspirasi bagi hadirnya ikon baru di pulau yang kaya akan tradisi ini.
Keberadaannya yang kokoh dan megah seolah berpadu harmonis dengan keindahan alam Pelabuhan Tarebung. Pelabuhan ini bukan sekadar dermaga biasa, melainkan pintu gerbang menuju Pulau Sapudi yang tersohor dengan "Sapi Podai"-nya. Sapi lokal yang namanya meroket berkat ketangkasan dan kecepatannya yang mencengangkan dalam ajang kerapan sapi. Bayangkan, deru pacuan yang konon mencapai 400 kilometer per jam, sebuah atraksi yang memukau dan mematrikan Sapudi dalam peta budaya Madura.
Di tengah potensi bahari dan tradisi yang mengakar kuat ini, hadir H. Mansuri, Kepala Desa Talaga, Kecamatan Nonggunong. Sosok pemimpin yang dikenal arif dan memiliki visi arsitektur yang kuat ini menggagas sebuah ide monumental. Beliau berencana membangun sebuah monumen kerapan sapi di Pelabuhan Tarebung, sebuah tugu yang menjulang tinggi layaknya keris pusaka. "Jika ada izin dari ilahi, suatu saat saya akan bangun monumen kerapan sapi di Pelabuhan Tarebung, seperti halnya tugu keris," ungkap beliau dengan nada penuh harap.
Gagasan ini tentu bukan sekadar pembangunan fisik. Lebih dari itu, ini adalah upaya untuk mengabadikan ruh dan semangat kerapan sapi, menyandingkannya dengan keagungan Mercusuar Tarebung, sehingga Pelabuhan Tarebung tidak hanya menjadi titik transit, tetapi juga destinasi wisata budaya yang memikat. Monumen ini diharapkan akan menjadi simbol kejayaan tradisi lokal, menyambut setiap pengunjung dengan cerita tentang kecepatan, ketangkasan, dan kebanggaan masyarakat Sapudi.
Namun, di balik visi yang membentang indah, terselip ironi infrastruktur yang mendesak perhatian. Ketika ditanya mengenai kondisi jalan rusak yang menghubungkan Desa Talaga menuju Pelabuhan Tarebung, H. Mansuri memilih untuk tidak memberikan jawaban.
Beliau dengan bijak menyerahkan tanggung jawab atas kondisi jalan tersebut kepada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Sebuah realita yang menunjukkan bahwa mimpi akan ikon baru harus berjalan beriringan dengan pembenahan infrastruktur yang menjadi urat nadi perekonomian dan mobilitas masyarakat.
Meskipun demikian, semangat untuk memajukan Pulau Sapudi tetap membara. Mercusuar Tarebung yang berdiri kokoh menjadi metafora harapan. Ia adalah simbol ketahanan, petunjuk jalan di tengah tantangan, dan saksi bisu bahwa di pulau yang kaya akan potensi ini, mimpi-mimpi besar akan terus diukir, seiring dengan upaya untuk mengatasi setiap rintangan yang menghadang.
Kehadiran monumen kerapan sapi kelak, diharapkan akan menjadi babak baru dalam sejarah Pulau Sapudi, mengukuhkan posisinya sebagai destinasi yang memadukan keindahan alam, kekayaan tradisi, dan semangat pembangunan yang tak pernah padam.
(R. M Hendra)