Sumenep, Kompasone.com - Praktik penggalangan dana di ranah pendidikan kembali menjadi sorotan tajam. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dasuk, Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep, kini berada di bawah bayang-bayang dugaan kuat Pungutan Liar (Pungli), terindikasi melanggar norma hukum yang berlaku bagi Satuan Pendidikan Dasar.
Berdasarkan keterangan sumber terpercaya yang enggan diidentifikasi, pihak SMP Dasuk ditengarai telah melakukan dua klaster penarikan dana yang patut dicermati dengan kacamata yuridis:
Penarikan dana yang dikategorikan sebagai "sumbangan" ini ditujukan untuk: Peningkatan Fasilitas Kelas,
Meliputi pengecatan dan pengadaan perlengkapan dekoratif kelas. Nominal yang ditarik dilaporkan memiliki rentang yang terdeterminasi, yaitu antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per kelas.
Perbaikan Sanitasi, Permintaan kontribusi finansial kepada wali murid untuk rehabilitasi kamar mandi siswa. Menurut regulasi tegas, khususnya Permendikbud No. 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Sumbangan haruslah bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan besaran nominalnya tidak ditentukan oleh satuan pendidikan. Penetapan jumlah minimal atau rentang biaya yang wajib dipenuhi mengeliminasi sifat sukarela tersebut, secara fundamental mengubahnya menjadi Pungutan.
Pasal 10 Ayat (2) Permendikbud No. 75 Tahun 2016 secara eksplisit melarang Komite Sekolah (yang menurut sumber dihadirkan dalam pertemuan) melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.
Jika penarikan ini bersifat wajib dan terikat, maka secara tegas telah bergeser dari ranah Sumbangan menjadi Pungutan Liar, yang berpotensi melanggar Pasal 3 Permendikbud No. 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Kegiatan kedua yang disinyalir bermasalah adalah penarikan dana sejumlah Rp 30.000 per anak selama tiga bulan, yang diakumulasikan dan dialokasikan untuk guru yang mengajar Bimbingan Khusus (Bimsus)/TKA kelas 3.
Tindakan ini berimplikasi pada larangan yang terdapat dalam regulasi, di mana Pendidik dan Tenaga Kependidikan dilarang memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan (Lihat butir larangan dalam Paradigma Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan oleh Ombudsman RI).
Apabila dana tersebut disalurkan langsung kepada guru sebagai imbalan Bimsus, perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai Gratifikasi yang dilarang dalam konteks pelayanan publik di lingkungan pendidikan, dan berpotensi menjadi objek penindakan di bawah payung hukum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara).
Sumber terpercaya menegaskan bahwa dalam musyawarah penarikan dana yang melibatkan komite sekolah, Kepala Sekolah yang paling dominan berbicara. Keterangan ini menguatkan dugaan bahwa inisiatif dan penentuan besaran dana berasal dari pihak Sekolah, bukan murni kesepakatan Komite Sekolah dengan prinsip sukarela. Hal ini mengarah pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan ketidakpatuhan terhadap prinsip tata kelola sekolah yang transparan dan akuntabel.
Apabila hasil penyelidikan dan audit internal atau eksternal menemukan bahwa penarikan dana tersebut memenuhi unsur-unsur pungutan yang bersifat wajib dan mengikat, maka Kepala Sekolah dan pihak-pihak terkait dapat dijerat dengan sanksi administratif hingga pidana.
Sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (khususnya Pasal 12 huruf e mengenai Pemerasan dalam Jabatan), atau Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan.
Pernyataan lugas dari sumber,
"Semoga ada kepastian buat masyrkat dengan kejadian ini agar sekolah tidak melakukan pungutan," merupakan tuntutan sosial yang harus direspons secara cepat dan tegas oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep dan Dinas Pendidikan setempat.
Sekolah sebagai pelaksana program wajib belajar diwajibkan untuk membebaskan biaya investasi dan biaya operasi bagi peserta didik, mengingat adanya alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pihak Berwenang (Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, Inspektorat, dan Tim Saber Pungli) diwajibkan untuk segera melakukan investigasi mendalam (due diligence) terhadap fakta-fakta yang diungkap demi memulihkan integritas institusi pendidikan dan menjamin hak-hak konstitusional peserta didik untuk memperoleh pendidikan yang bebas dari beban finansial yang tidak sah.
(R. M Hendra)
