Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Dekonstruksi Narasi | Menuntut Akuntabilitas Media dan Keseimbangan Etika dalam Pusaran Isu Personal

Selasa, Oktober 14, 2025, 21:05 WIB Last Updated 2025-10-14T14:10:19Z

 


Oleh: Rasyid Nadhyien


Merespons gempita pemberitaan pada tanggal 11 Oktober 2025, khususnya yang dimuat oleh platform media yang bertajuk "Laporkan Oknum Resmi ASN Pegawai 3K Dugaan Perselingkuhan ke Polres Sumenep," beserta ekstensinya dalam bentuk konten viral yang di pampang di TikTok dan media sosial lainnya, kami melihat adanya disonansi etika yang serius dalam praktik penyajian informasi. 


Narasi yang dieksploitasi oleh pihak-pihak tersebut, alih-alih berfungsi sebagai instrumen pencerahan, justru bertransformasi menjadi sebuah serangan tendensius yang bertujuan melakukan character assassination (pembunuhan karakter) secara sistematis.


Pemberitaan tersebut secara eksplisit berupaya mengkonstruksi realitas tunggal, seolah menahbiskan narasumber sebagai entitas yang nir-cela dan pemilik kebenaran absolut (veritas), tanpa memberikan ruang klarifikasi yang adekuat, sebuah hak fundamental dalam kaidah jurnalistik yang berimbang (cover both sides).menutupi kedua sisi Inilah inti dari ketidakadilan yang kami soroti.


Kami menegaskan bahwa jika seluruh spektrum fakta—termasuk bukti-bukti digital yang terperinci, mulai dari screenshot percakapan hingga materi visual yang beredar diungkapkan secara holistik kepada publik, persepsi yang terbentuk akan mengalami disrupsi signifikan. Realitas yang disembunyikan berpotensi mengindikasikan adanya dimensi lain yang jauh lebih kompleks, bahkan membalikkan tuduhan menjadi indikasi adanya peran aktif dalam dinamika interpersonal yang kontroversial tersebut.


Oleh karena itu, kami menyerukan moratorium etika terhadap seluruh entitas media dan individu di ranah digital. Eksploitasi berlebihan terhadap narasi sepihak harus dihentikan. Tindakan ini, apalagi jika dimotivasi oleh insentif finansial (imbalan) atau kepentingan tersembunyi, merupakan degradasi serius terhadap fungsi media sebagai pilar keempat demokrasi.


Etika jurnalistik yang berintegritas dan tanggung jawab moral mewajibkan penyajian informasi yang impartial, akurat, dan menjunjung tinggi prinsip keadilan (equity). Kami memiliki kapasitas, dan bahkan lebih, untuk memproduksi kontra-narasi yang sama tajamnya, bahkan berpotensi lebih destruktif, di ranah publik. Namun, kami memilih jalan yang berbeda.


Tindakan kami saat ini adalah manifestasi dari prudence (kebijaksanaan) dan pemahaman akan waktu yang tepat (kairos) untuk berbicara dan kapan harus memilih diam untuk memfasilitasi resolusi yang substantif. Kami tidak mencari validasi publik (pengakuan) atau gratifikasi narsistik (pujian).


Filosofi kami berakar pada kesadaran akan hierarki kapabilitas dan eksistensi yang lebih tinggi. Seperti pepatah yang mendalam, "Di atas gunung, pasti ada langit." Kesadaran akan keterbatasan diri inilah yang memandu kami untuk mengedepankan substansi di atas sensasi. Mari kembalikan diskursus ini pada koridor etika dan akuntabilitas sejati.

Iklan

iklan