Puncak, kompasone.com – Masyarakat Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, melalui tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan tokoh gereja menyatakan sikap resmi terkait proyek pengaspalan Bandara Agandugume. Mereka menegaskan hanya menerima PT Putrimawe Papua untuk mengerjakan proyek tersebut dan menolak keras apabila pemerintah menghadirkan kontraktor lain maupun menurunkan aparat TNI secara berlebihan. Jumat (12/9/25).
Benangen Murib, Kepala Suku, menegaskan bahwa kesepakatan masyarakat sudah final.
“Masyarakat sudah sepakat, hanya PT Putrimawe Papua yang boleh kerja. Kalau ada PT lain yang dipaksakan masuk, kami semua dengan tegas menolak. Kami juga tidak ingin ada pendropan aparat yang berlebihan, sebab kehadiran mereka justru menciptakan ketegangan, bukan kenyamanan. Agandugume ini tanah leluhur kami, maka siapapun wajib patuh pada aspirasi kolektif masyarakat,” katanya.
Sorotan penting juga datang dari tokoh perempuan, Yekira Wenda, yang menilai PT Putrimawe Papua layak dipilih karena memiliki rekam jejak peduli terhadap warga.
“Pengaspalan Bandara Agandugume harus dikerjakan oleh PT Putrimawe Papua. Perusahaan ini selalu membantu masyarakat, baik dalam penyediaan tenaga kerja maupun dukungan finansial untuk kami masyarakat kecil di sini. Kami menolak kontraktor lain yang hanya datang merampas, tanpa memberikan manfaat apa-apa,” tegasnya.
Senada dengan itu, Jefri Wenda, tokoh pemuda Agandugume, mengingatkan bahwa bandara tersebut dibangun dengan swadaya masyarakat.
“Kami tidak mau kejadian lama terulang. Bandara ini dibangun dengan tanah dan tenaga masyarakat sendiri, tanpa digaji. Karena itu, pemerintah harus menghormati kesepakatan kami,” ujarnya.
Penolakan terhadap kehadiran militer juga kembali digarisbawahi oleh tokoh gereja, Delius Wenda.
“Kami minta proyek ini berjalan tanpa tekanan militer. Kami ingin kerja berjalan aman, bukan suasana mencekam karena banyaknya aparat,” tegasnya.
Masyarakat Distrik Agandugume menegaskan, bila aspirasi ini diabaikan, maka segala bentuk pekerjaan oleh kontraktor lain maupun proyek yang disertai pengerahan aparat berlebihan akan ditolak secara total. Mereka meminta pemerintah pusat, pemerintah Provinsi Papua Tengah, dan pemerintah Kabupaten Puncak menghormati keputusan kolektif tersebut.
MM