Sumenep, Kompasone.com - Sebuah insiden penganiayaan di sebuah resepsi pernikahan di Kecamatan Nonggunong, Sumenep, telah berkembang menjadi sengketa hukum yang kompleks, memicu pertanyaan serius tentang profesionalisme dan netralitas Polsek Nonggunong. Insiden ini melibatkan Sahwito, yang diduga kuat mengalami gangguan jiwa (ODGJ), dan keluarga Sukilan, tuan rumah acara resepsi.
Menurut keterangan warga Desa Rosong dan Telagah, Sahwito mengamuk di tengah acara resepsi, menyebabkan kepanikan dan kerugian materiil. Alih-alih meminta maaf, keluarga Sahwito justru melaporkan keluarga Sukilan ke Polsek Nonggunong. Laporan ini, ironisnya, mendapat respons cepat dari pihak kepolisian.
Ketika keluarga Sukilan mempertanyakan kondisi kejiwaan Sahwito, anggota Polsek menyatakan bahwa Sahwito "waras," sebuah pernyataan yang bertentangan dengan pengetahuan umum masyarakat setempat. Keluarga Sukilan juga melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan Sahwito.
Dalam situasi seperti ini, mediasi adalah langkah yang wajar dan diharapkan. Namun, Kapolsek Nonggunong, Iptu M.N. Komar, menolak untuk memfasilitasi mediasi di kantor polisi. "Saya gak enak takut dikira ada main dengan keluarga terlapor," ujarnya, dan mengarahkan kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah di luar kantor polisi.
Upaya mediasi di luar kantor polisi menemui jalan buntu. Pihak keluarga Sukilan telah berupaya meminta maaf dan mencari penyelesaian damai, namun ditolak oleh keluarga Sahwito. Penolakan ini menimbulkan kecurigaan bahwa permintaan maaf tersebut tidak tulus.
Penolakan Kapolsek untuk memediasi di kantor polisi, ditambah dengan respons cepat terhadap laporan keluarga Sahwito dan lambatnya penanganan laporan keluarga Sukilan, memunculkan dugaan kuat adanya keberpihakan. Pernyataan Kapolsek kepada media bahwa Polsek "tidak berani" melakukan mediasi semakin memperkuat dugaan ini.
Situasi ini sangat merugikan keluarga Sukilan, yang telah menjadi korban penganiayaan dan kerugian materiil. Mereka tidak hanya kehilangan momen bahagia, tetapi juga harus menghadapi ketidakadilan dalam proses hukum.
Mengingat kondisi kejiwaan Sahwito yang diduga bermasalah, Polsek Nonggunong seharusnya mengambil tindakan proaktif untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Langkah mendesak yang harus diambil adalah mendesak keluarga Sahwito untuk membawa Sahwito ke fasilitas kesehatan jiwa yang memadai, seperti Rumah Sakit Jiwa Menur atau Lawang, untuk mendapatkan penanganan dan pendampingan profesional.
Kasus ini menjadi ujian bagi integritas dan profesionalisme Polsek Nonggunong. Masyarakat menuntut keadilan, transparansi, dan tindakan tegas untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Kegagalan dalam menangani kasus ini secara adil akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan mengikis rasa keadilan di masyarakat.
(R. M Hendra)