Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Independensi Polsek Nonggunong Dipertanyakan dalam Pusaran Sengketa Hukum yang Sarat Kejanggalan

Rabu, April 30, 2025, 21:30 WIB Last Updated 2025-04-30T14:30:51Z


Sumenep, Kompasone.com - Sebuah ironi hukum mencuat di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tatkala penanganan dugaan tindak pidana penganiayaan oleh Polsek Nonggunong menuai sorotan tajam. Alih-alih menjunjung tinggi prinsip equality before the law, institusi penegak hukum tingkat sektor tersebut justru terkesan abai dan melempar tanggung jawab, memicu pertanyaan mendasar mengenai independensi dan profesionalisme aparat kepolisian.


Kasus bermula dari perseteruan antara pihak keluarga Sukilan dan Sahwito, seorang individu yang diduga kuat mengalami gangguan jiwa (ODGJ). Alih-alih melakukan investigasi komprehensif dan imparsial, Kapolsek Nonggunong, Iptu M.N. Komar, justru mendorong penyelesaian di luar ranah hukum formal. Dalih klasik mengenai potensi konflik kepentingan dengan keluarga terlapor, yang diungkapkan secara eksplisit, alih-alih meredakan kecurigaan, justru semakin menguatkan persepsi adanya praktik conflict of interest yang diselimuti retorika normatif.


Arahan Kapolsek agar kedua belah pihak menyelesaikan sengketa di luar kantor polisi, dengan ancaman pelimpahan perkara ke Polres Sumenep jika mediasi gagal, merupakan preseden buruk dalam penegakan hukum. 


Tindakan ini mengindikasikan adanya unwillingness atau bahkan ketidakmampuan Polsek Nonggunong dalam menangani perkara secara profesional, khususnya yang melibatkan individu dengan kondisi kejiwaan khusus. Keterbatasan penyidikan yang dijadikan alasan semakin mempertegas inkompetensi struktural yang patut dipertanyakan.


Upaya mediasi yang diinisiasi oleh keluarga Sukilan, sesuai dengan arahan Polsek, menemui jalan buntu. Penolakan permohonan maaf dan desakan untuk proses hukum yang berkeadilan terus bergulir. Pernyataan Kapolsek kepada awak media yang terkesan enggan memfasilitasi mediasi di kantor polisi semakin memperkuat dugaan adanya keberpihakan atau setidaknya ketidakpercayaan diri dalam menangani perkara ini secara transparan.


Lambatnya respons Polsek Nonggunong terhadap laporan pihak keluarga Sukilan, yang notabene merasa menjadi korban akibat tindakan Sahwito yang diduga melakukan onar hingga menyebabkan kerugian material signifikan, menimbulkan persepsi ketidakadilan yang mendalam. Bagaimana mungkin aparat penegak hukum terkesan mengulur-ulur waktu dalam menangani laporan dari pihak yang jelas-jelas dirugikan?


Lebih lanjut, terungkap informasi yang sangat problematik mengenai dugaan permintaan uang damai sebesar Rp 30 juta dari pihak pelapor. 


Pernyataan Kapolsek yang mengamini informasi ini justru memperkuat spekulasi bahwa pelaporan yang dilakukan oleh keluarga Sahwito tidak berlandaskan pada upaya mencari keadilan, melainkan disinyalir kuat sebagai eksploitasi kondisi kejiwaan Sahwito untuk mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah. Jika praktik abuse of power dan extortion terselubung ini benar adanya, maka integritas penegakan hukum di Sumenep berada di titik nadir.


Pihak keluarga Sukilan, yang merasa menjadi korban ganda – baik akibat perbuatan Sahwito maupun lambannya penanganan perkara oleh Polsek – berencana untuk melaporkan dugaan maladministrasi dan ketidakprofesionalan aparat Polsek Nonggunong ke Propam Polda Jawa Timur. Langkah ini merupakan manifestasi dari ketidakpercayaan publik terhadap kinerja kepolisian sektor dalam menangani perkara secara adil dan transparan.


Ketidakmampuan Polsek Nonggunong dalam menghadirkan ahli kejiwaan untuk mengklarifikasi status kejiwaan Sahwito semakin memperburuk citra institusi tersebut. Padahal, penentuan status kejiwaan terlapor merupakan elemen krusial dalam proses penyidikan dan penegakan hukum yang berkeadilan. Ketiadaan langkah proaktif dalam menghadirkan ahli justru menimbulkan spekulasi mengenai adanya upaya untuk menghindari pengungkapan fakta yang sebenarnya.


Kasus ini menjadi ujian berat bagi integritas Polsek Nonggunong. Masyarakat menuntut penanganan perkara yang cermat, transparan, dan berorientasi pada keadilan substantif, bukan sekadar formalitas prosedural. Langkah konkret dan akuntabel dari Polres Sumenep dan Propam Polda Jawa Timur sangat dinantikan untuk meredakan ketegangan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. 


Kegagalan dalam menangani kasus ini secara profesional akan menjadi preseden buruk dan semakin menggerogoti wibawa aparat penegak hukum di mata masyarakat.


(R. M Hendta)

Iklan

iklan