Jakarta, kompasone.com - Sejumlah pihak mengajukan tuntutan terhadap Rektor Universitas Halu Oleo (UHO), Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc., terkait beberapa isu penting yang dianggap merugikan integritas dan tata kelola universitas. Selasa (18/3/25). Aksi massa berlangsung di depan Kantor Kemendikti, Jakarta Pusat.
Berikut adalah ringkasan tuntutan tersebut:
1. Pelanggaran Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 19 Tahun 2017
Rektor UHO diduga tidak melaksanakan ketentuan dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri. Pasal 6 peraturan tersebut mengamanatkan bahwa tahap penjaringan bakal calon rektor harus dilaksanakan paling lambat lima bulan sebelum berakhirnya masa jabatan rektor yang sedang menjabat. Hingga 18 Maret 2025, atau 4 bulan 16 hari sebelum akhir masa jabatan, belum ada satupun tahapan penjaringan yang dilakukan, yang terdiri dari:
Pembentukan panitia.
Pengumuman penjaringan.
Pendaftaran bakal calon.
Seleksi administrasi.
Pengumuman hasil penjaringan
2. Pencabutan Permendikt dii Saintek Nomor 21 Tahun 2025 tentang hp Halu OleoStatuta UHO tahun 2025 diduga tidak pernah dibahas dalam rapat senat universitas. Meskipun penyusunan statuta adalah tanggung jawab rektor, seharusnya senat universitas dilibatkan dalam pembahasan sebelum diajukan ke Kementerian Pendidikan, Sains, dan Teknologi RI.
3. Pemberlakuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nomor 43 Tahun 2012 tentang Statuta Universitas Halu Oleo dalam Proses Pemilihan Rektor Periode 2025-2029
Tujuannya adalah agar 121 anggota senat UHO yang masa keanggotaannya masih berlaku pada tahun 2023-2027 tidak kehilangan haknya dalam proses pemilihan rektor.
4. Dugaan Plagiarisme oleh Rektor Universitas Halu Oleo
Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0263/E.E4/KP.07.00/2021 tanggal 15 April 2021, serta temuan Ombudsman RI, Prof. Dr. Muhammad Zamrun F. diduga terbukti melakukan plagiarisme dalam karya ilmiahnya. Ombudsman menyatakan bahwa rektor UHO melakukan plagiarisme parah dan meminta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi memberikan sanksi tegas.
5. Pemberhentian dan Pencabutan Gelar Guru Besar Rektor Universitas Halu Oleo
Tuntutan ini didasarkan pada pelanggaran terhadap Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 dan dugaan plagiarisme yang telah terbukti.
6. Penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Rektor untuk Melaksanakan Pemilihan Rektor Periode 2025-2029
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga netralitas dan menghindari penyalahgunaan jabatan oleh rektor saat ini, yang diduga melakukan intervensi terhadap anggota senat serta melakukan perubahan-perubahan anggota senat yang tidak sesuai prosedur. Selain itu, pemberlakuan Statuta 2025 yang terkesan dipaksakan di tengah proses pemilihan rektor menjadi preseden buruk dalam tata kelola institusi.
Jika terjadi diskusi alot mengenai pencabutan Permendikti Saintek Nomor 21 Tahun 2025 tentang Statuta UHO, maka demi netralitas dan menghindari penyalahgunaan jabatan oleh rektor saat ini, Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi RI diharapkan segera menunjuk Plt Rektor untuk melaksanakan pemilihan rektor periode 2025-2029 serta mengusut tuntas kasus plagiarisme, mencabut gelar guru besarnya, dan memberhentikan jabatannya sebagai rektor UHO.
Prof. La Ode Muhammad Aslan, salah satu akademisi UHO, menyatakan, “Kasus dugaan plagiarisme ini mencuat setelah sebanyak 30 Guru Besar dari UHO melaporkan hal tersebut kepada Kemenristek Dikti dan Ombudsman RI.”
Pihak Ombudsman RI juga menekankan bahwa Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi harus memberikan sanksi tegas terhadap rektor yang terbukti melakukan plagiarisme, termasuk kemungkinan pencabutan gelar dan jabatannya.
Dengan adanya tuntutan-tuntutan ini, diharapkan integritas dan tata kelola Universitas Halu Oleo dapat kembali terjaga demi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Novian Indrianto