Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Blangkon Sumenep Mahkota Budaya yang Mengikat Jati Diri

Jumat, November 22, 2024, 08:15 WIB Last Updated 2024-11-22T01:15:38Z

 


Sumenep, Kompasone.com - Dalam pusaran modernisasi yang kian deras, Bupati Sumenep, Achmad Fauzi, tampil sebagai sosok visioner yang tak lelah merawat akar budaya. Melalui kebijakan penggunaan blangkon khas Sumenep, beliau tidak hanya memperkenalkan simbol identitas daerah, namun juga menghidupkan kembali filosofi luhur yang terkandung di dalamnya. (21/11/2024)


Sebuah momen bersejarah terjadi pada April 2022, ketika Bupati Fauzi dengan bangga mempersembahkan blangkon Sumenep kepada Presiden Joko Widodo. "Ini adalah blangkon khas Sumenep, yang dipakai raja-raja terdahulu," ujarnya, menegaskan makna mendalam dari aksesori kepala ini sebagai warisan tak ternilai dari para leluhur.


Tadjul Arifien R., budayawan senior Sumenep, mengurai filosofi mendalam yang terkandung dalam setiap lilitan blangkon. "Abhâlâng ajâ ngembhân pakon" adalah semboyan yang diemban para pemakai blangkon Sumenep, yang berarti berupaya maksimal melaksanakan amanah. Filosofi ini membedakan blangkon Sumenep dengan blangkon dari daerah lain, seperti Solo atau Yogyakarta.


Blangkon Sumenep memiliki tiga jenis utama: Pasonḍhân, Tongkosan, dan Ghântong Rè’-kèrè’, masing-masing dengan makna dan keunikan tersendiri. Semuanya menyiratkan nilai estetika dan tanggung jawab yang tinggi bagi pemakainya.


Upaya Bupati Fauzi untuk menghidupkan kembali nuansa Keraton Sumenep telah dimulai sejak pelantikannya. Kebijakan mewajibkan ASN pria mengenakan blangkon dan batik tulis pada hari Kamis dan Jumat, serta mewajibkan tamu yang berkunjung ke Rumah Dinas Bupati untuk mengenakan blangkon, adalah langkah nyata dalam memperkuat citra budaya Sumenep.


Perdebatan tentang keberadaan blangkon di Sumenep sempat mencuat dalam Pilkada lalu. Namun, Tadjul dengan tegas membantah klaim tersebut, menegaskan bahwa blangkon adalah bagian tak terpisahkan dari identitas Sumenep. "Blangkon bukan sekadar aksesori, melainkan simbol tanggung jawab, amanah, dan jati diri," tegasnya.


Langkah Bupati Fauzi adalah contoh nyata bagaimana seorang pemimpin dapat mengintegrasikan budaya dalam kebijakan publik. Namun, keberhasilan ini membutuhkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Budaya seperti blangkon dan odheng bukanlah pembatas, melainkan perekat yang memperkaya identitas Sumenep.


Dalam era globalisasi yang serba cepat, upaya melestarikan budaya lokal adalah sebuah keniscayaan. Blangkon Sumenep, dengan segala makna dan filosofinya, menjadi simbol perlawanan terhadap arus homogenisasi budaya. Ini adalah warisan yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan