TOBA, kompasone.com - Meski ditengah gerimis tipis membasahi tanah Lumban Tor, Desa Natolu Tali, Kecamatan Silaen, Rabu (1/10) pagi, langkah masyarakat tidak surut untuk berdiri khidmat di pelataran sebuah monumen sederhana yang berdiri di kampung itu.
Monumen tersebut bukan sekadar tumpukan batu dan prasasti, melainkan penanda sejarah dari salah satu putra terbaik bangsa, Mayjen TNI (Anumerta) Donal Isak Panjaitan.
Di situlah, Forum Masyarakat Sigurs (Formasi) bersama Pemerintah Kabupaten Toba menggelar upacara peringatan gugurnya sang pahlawan revolusi yang tewas dalam tragedi G30S tahun 1965.
Suasana hening terasa ketika Wakil Bupati Toba, Audi Murphy O. Sitorus, bertindak sebagai inspektur upacara.
Setelah meletakkan karangan bunga, satu per satu jajaran Forkopimda, ASN, dan keluarga besar Mayjen DI. Panjaitan menaburkan bunga di monumen. Gerimis seolah menjadi saksi bisu penghormatan itu.
“Lahirnya Mayjen DI. Panjaitan di Kecamatan Silaen adalah kebanggaan kita semua. Kita harus menunjukkan bahwa masyarakat Toba sangat menghargai jasa pahlawan revolusi yang mempertahankan kemerdekaan sekaligus Pancasila dari rongrongan ideologi lain,” ujar Wakil Bupati dalam sambutannya.
Usai upacara, rombongan meninjau galeri yang berdiri di dalam kompleks monumen.
Di sana terpajang dokumentasi perjalanan hidup almarhum, mulai dari masa kecil hingga kiprahnya sebagai perwira TNI yang dikenal disiplin, berintegritas, dan penuh dedikasi.
Peringatan tidak hanya berlangsung secara seremonial. Formasi menyiapkan pertunjukan seni budaya, fragmen perjalanan hidup Mayjen DI. Panjaitan, hingga pembacaan puisi oleh budayawan Tansiswo Siagian.
Pertunjukan itu menghidupkan kembali sosok sang pahlawan dalam ingatan kolektif masyarakat, sekaligus menjadi sarana edukasi bagi generasi muda.
Ketua panitia kegiatan, Janner Sitorus, menegaskan bahwa semangat kebersamaan dalam mengenang jasa pahlawan harus terus terjaga.
“Ke depan mari kita bersama-sama bersinergi membangun Kabupaten Toba ini,” ujarnya penuh harap.
Kini, Lumban Tor bukan sekadar kampung kecil di Silaen. Di sana berdiri monumen dan rumah-rumah Batak yang dipugar, menjadikannya ruang budaya sekaligus tempat berziarah bagi siapa pun yang ingin mengenang jasa seorang pahlawan revolusi.
Monumen Mayjen DI. Panjaitan menjadi pengingat, bahwa dari sebuah kampung sederhana lahirlah putra bangsa yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan Indonesia dan Pancasila.
(Bernat L Gaol)