TAPUT, kompasone.com - Aroma kopi menyeruak memenuhi ruang Hotel Noah, Rabu pagi (1/10), seolah menjadi pengingat akan kejayaan lama yang pernah melekat di daerah Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Sumatera Utara melalui Festival Kopi Danau Toba II Tahun 2025.
Festival itu resmi dibuka dengan menghadirkan para petani, pegiat kopi, hingga penikmat cita rasa khas Arabika Sigarar Utang dari berbagai penjuru Sumatera Utara.
Di tengah suasana hangat itu, Wakil Bupati Taput Deni Parlindungan Lumbantoruan berdiri menyampaikan pesan penuh harapan.
Bukan sekadar soal kopi, tapi juga tentang masa depan ekonomi daerah itu.
“Festival ini harus menjadi momentum. Kita ingin kopi Tapanuli Utara kembali berjaya, dan petani kita bisa merasakan manfaatnya. Bahkan, kita berharap kopi menjadi penyumbang utama peningkatan PDRB pertanian Taput ke depan,” ujarnya disambut tepuk tangan para hadirin.
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Data tahun 2024 menunjukkan, PDRB pertanian Tapanuli Utara baru mencapai Rp5 triliun. Jauh tertinggal dari Kabupaten Karo yang telah menembus Rp15 triliun. Target yang dipasang pemerintah jelas: naik ke angka Rp7,5 triliun. Dan kopi—yang dahulu menjadi kebanggaan—diharapkan menjadi penggerak utamanya.
Suasana festival semakin bermakna ketika Wakil Bupati menyerahkan bibit kopi Arabika Sigarar Utang kepada petani.
Penanaman simbolis pun dilakukan, sebagai tanda dimulainya kembali gerakan revitalisasi kopi khas Taput.
Tidak berhenti di situ, tanda tangan Wakil Bupati di atas spanduk dukungan menjadi penegasan komitmen pemerintah untuk berdiri bersama petani.
Sementara di luar ruangan, para pengunjung sibuk mencicipi seduhan kopi dari berbagai booth.
Ada yang berbisik lirih, “kopinya harum sekali,” ada pula yang sibuk mendokumentasikan momen langka ini.
Para petani tampak tersenyum, seolah menyimpan optimisme baru bahwa kopi mereka tak sekadar untuk minuman, tapi juga harapan untuk menopang Peningkatan ekonomi keluarga.
“Sudah lama kami menunggu perhatian seperti ini,” ujar Martua Simanjuntak, seorang petani kopi dari Kecamatan Sipahutar, sambil menggenggam bibit kopi baru yang ia terima.
“Kalau kopi kita bisa kembali terkenal, tentu hidup kami juga akan lebih baik.” ujar Simajuntak diamini temannya
Senada dengan itu, Rinso br. Hutabarat, petani muda dari Lintong Nihuta, seolah tak bisa menyembunyikan semangatnya.
“Anak-anak muda sekarang banyak yang merantau. Saya berharap dengan kopi ini, ada alasan bagi kami untuk tetap tinggal di kampung halaman Bona pasogit," ucapnya yang dihubungi secara terpisah.
Sekedar untuk diketahui Festival yang berlangsung hingga 3 Oktober ini bukan sekadar pesta kopi. Namun diharapkan jadi panggung bagi kebangkitan, tempat di mana cita rasa khas Sigarar Utang diperkenalkan kembali ke dunia, sekaligus menjadi simbol perjuangan ekonomi masyarakat Tapanuli Utara.
Karena pada akhirnya, setiap cangkir kopi yang tersaji bukan hanya menyimpan aroma dan rasa, melainkan juga cerita tentang tanah, kerja keras petani, dan mimpi besar untuk menjadikan kopi sebagai penyumbang pembangunan Taput di masa depan.
(Bernat L Gaol)
