Tapanuli, kompasone.comSuasana di halaman Polres Dairi, Kamis siang (9/10/2025), tampak biasa saja bagi sebagian orang. Namun bagi Bangun MT Manalu, hari itu bukan hari yang biasa. Langkahnya perlahan, disertai tatapan serius ketika memasuki ruang pemeriksaan Pidum. Di sampingnya, kuasa hukum Aleng Simajuntak, SH, berjalan mendampingi, membawa map berisi dokumen dan bukti penting.
Sudah lebih dari sebulan berlalu sejak kejadian yang mengguncang dirinya — peristiwa dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Kepala Desa Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Namun, luka fisik dan psikisnya belum sepenuhnya sembuh.
Ketika Konfirmasi Berujung Kekerasan
Siang itu, 4 September 2025, Bangun MT Manalu bersama rekannya Abed Nego P.I. Manalu datang ke Desa Pegagan Julu VI untuk melakukan konfirmasi terkait pemberitaan yang sedang mereka telusuri. Sebagai wartawan, mereka membawa semangat profesionalisme: menggali data dari sumber utama.
Namun, apa yang semula hanya pertemuan jurnalistik biasa berubah menjadi peristiwa yang tak diinginkan.
Alih-alih mendapatkan jawaban, Bangun justru mengalami kekerasan fisik. Ia ditendang dan ditumbuk oleh oknum kepala desa bersama beberapa orang lain.
“Awalnya kami hanya bertanya, tapi tiba-tiba emosi meledak. Saya ditendang hingga nyaris terjatuh,” tutur Bangun lirih ketika ditemui usai pemeriksaan.
Peristiwa itu membuatnya trauma. Ia sempat kesulitan tidur selama beberapa minggu dan enggan meliput ke lapangan sendirian.
Langkah Hukum dan Tekanan Mental
Didampingi rekan dan kuasa hukumnya, Bangun akhirnya melaporkan kasus itu ke Polres Dairi. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/345/IX/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMUT.
Sejak saat itu, proses hukum berjalan. Pihak kepolisian telah memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan barang bukti. Namun, di tengah perjalanan, muncul berbagai narasi liar dan berita tidak berdasar yang mencoba menggiring opini publik.
Kuasa hukum Bangun, Aleng Simajuntak, SH, menegaskan pentingnya penegakan hukum yang bersih dan objektif.
“Kami ingin aparat bertindak tegas sesuai fakta dan data. Jangan ada pihak mana pun yang mencoba menutupi kebenaran atau menyebarkan fitnah. Jika itu terjadi, kami siap menempuh langkah hukum,” ujarnya dengan tegas.
Suara dari Balik Luka
Meski masih trauma, Bangun tetap memegang prinsipnya sebagai wartawan. Ia percaya, kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga. Kekerasan terhadap jurnalis, sekecil apa pun, tidak bisa dibiarkan.
“Saya hanya ingin keadilan. Wartawan itu bukan musuh siapa pun. Kami bekerja untuk memberi informasi yang benar kepada masyarakat,” katanya.
Dukungan pun mulai mengalir dari berbagai pihak, termasuk rekan-rekan media di Dairi dan Sumatera Utara. Mereka menyerukan agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk menghormati profesi wartawan.
Menunggu Keadilan
Menjelang sore, Bangun keluar dari ruang pemeriksaan. Raut wajahnya terlihat lebih tenang, meski bayangan kejadian itu masih jelas di ingatannya. Ia tahu, perjuangan mencari keadilan belum selesai.
Namun, di tengah rasa lelah dan tekanan, ada satu hal yang tak hilang darinya: keyakinan bahwa kebenaran akan menemukan jalannya.
Bernat L Gaol