Yalimo, kompasone.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Yalimo, Yoel Alitnoe, yang juga merupakan bagian dari Komisi A, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Yalimo, khususnya dalam hal penerbitan Surat Keputusan (SK) Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Kampung sebagai langkah untuk menormalkan situasi pasca pemindahan jabatan kepala kampung yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Menurut Yoel, pernyataan Ketua Komisi A, Simon Walilo sebelumnya memang benar bahwa pihak komisi telah melakukan pertemuan internal. Namun, hasil yang diberitakan di media dinilainya tidak sepenuhnya mencerminkan kesepakatan internal komisi.
"Kami pernah adakan pertemuan di internal Komisi A. Namun dalam pemberitaan, terjadi penyimpangan dari kesepakatan kami. Apa yang dimediasi oleh ketua komisi tidak mewakili keseluruhan isi pertemuan tersebut," ujar Yoel.
Ia menegaskan bahwa DPRK, khususnya Komisi A, pada prinsipnya mendukung 100% program-program pemerintah yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam konteks kebijakan pemindahan SK kepala kampung yang terjadi pada periode pertama, seperti di Distrik Welarek, Titik Poik, dan Hutkimo, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang dan dinormalisasi.
Dorongan untuk Penormalan dan Penerbitan SK Baru, Yoel menilai bahwa kebijakan pemindahan kepala kampung dari satu wilayah ke wilayah lain yang dilakukan pada masa lalu telah menimbulkan konflik sosial, bahkan hingga terjadi tindakan kekerasan. Untuk itu, ia mendorong pemerintah daerah segera mengambil tindakan yang tepat, yaitu dengan menerbitkan SK PLT baru kepada tokoh masyarakat lokal yang benar-benar berdomisili dan memiliki KTP di kampung tersebut.
“Kami mendesak agar proses normalisasi SK dilakukan, mengingat banyak jabatan kepala kampung diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki identitas jelas atau bukan penduduk asli. Ini yang menjadi pemicu konflik pada tahun 2023,” tegasnya.
Perhatikan Aturan dan Masa Jabatan Kepala Kampung, Lebih lanjut, Yoel mengingatkan bahwa pergantian kepala kampung harus mengacu pada regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Perubahan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa masa jabatan kepala kampung adalah delapan tahun.
Oleh karena itu, tidak semua kepala kampung dapat diganti sembarangan apabila masa jabatannya belum berakhir, kecuali melalui prosedur hukum yang sah.
Wilayah Prioritas: Distrik Welarek, Titik Poik, dan Hutkimo Secara khusus, Yoel menyebutkan bahwa wilayah yang menjadi prioritas penanganan konflik berada di Distrik Welarek, Titik Poik, dan Hutkimo, dengan rincian sebagai berikut:
Titik Poik: dari 16 kampung, 9 terdampak, dan 6 kampung telah dicabut SK-nya dan memindahkan jabatan kepala desa ke tempat lain. Hutkimo: dari 5 kampung, seluruhnya mengalami pencabutan SK dan dilakukan pengangkatan kepala kampung dari tempat lain.
"Pengangkatan kepala kampung dari luar wilayah yang tidak memiliki KTP jelas telah menciptakan ketegangan di masyarakat. Ini harus dihentikan," tambah Yoel.
Dukungan Penuh untuk Pemerintah, Tapi Harus Transparan, Sebagai wakil rakyat, Yoel menyampaikan bahwa lembaga legislatif siap mendukung setiap langkah pemerintah, selama dijalankan secara transparan, sesuai aturan hukum, dan benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat.
"Kami mendukung penuh pemerintah daerah, namun pengambilan kebijakan harus dimediasi secara terbuka agar masyarakat memahami setiap langkah yang diambil," pungkasnya.
"Rev" Jurnalis Papua Pegunungan