Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Arogansi Kekuasaan Lokal Melawan Hukum Negara di Balik Pengrusakan Jalan Provinsi! Berakibat Fatal

Senin, Mei 05, 2025, 20:36 WIB Last Updated 2025-05-05T13:36:24Z


Sumenep, Kompasone.com - Sebuah preseden buruk kembali mencoreng wajah penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan di Kabupaten Sumenep. Tindakan anarkis dan nir-etik seorang oknum warga Desa Bilapora Rebba, Kecamatan Lenteng, yang dengan pongahnya melakukan pengrusakan bahu jalan provinsi, bukan sekadar mengganggu ketertiban umum, melainkan sebuah tamparan keras bagi supremasi hukum dan manifestasi kebobrokan koordinasi antar lini pemerintahan.


Dengan dalih klasik "kepentingan pribadi" yang dibungkus retorika "kepentingan masyarakat", individu yang disamarkan dengan nama Nokarno ini (Senin/5/5/25) secara serampangan menggali jalan arteri vital sedalam tiga meter. Sebuah tindakan yang tidak hanya membahayakan nyawa pengguna jalan dan mengancam keselamatan publik, tetapi juga secara terang-terangan melanggar undang-undang dan merendahkan otoritas negara.


Alasan dangkal ketiadaan saluran air, yang seharusnya diselesaikan melalui mekanisme birokrasi yang legitimate, justru dijadikan justifikasi untuk sebuah aksi vandalisme yang mencerminkan mentalitas "main hakim sendiri" yang berbahaya.


Lebih ironis lagi, pengakuan Nokarno bahwa dirinya telah "berkoordinasi" dengan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak bertanggung jawab, yang kemudian "mengizinkan" tindakan ilegal tersebut, semakin memperburuk citra penegakan hukum di Sumenep. Ini bukan hanya sekadar miskomunikasi, melainkan indikasi kuat adanya praktik transaksional di balik layar, di mana hukum dapat dinegosiasikan dan dilangkahi demi kepentingan sesaat.



Ketidakbecusan Kepala Desa Bilapora Rebba yang terkesan menghindar dan tidak responsif terhadap keluhan warganya, semakin mempertegas adanya disfungsi kepemimpinan di tingkat akar rumput. Alih-alih menjadi mediator dan fasilitator solusi, kepala desa justru membiarkan warganya terjerumus dalam tindakan melawan hukum. Ini adalah potret buram lemahnya pengawasan dan pembinaan dari pemerintah daerah terhadap aparaturnya di tingkat desa.


Tindakan pengrusakan jalan provinsi ini bukanlah delik aduan biasa. Ini adalah kejahatan terhadap fasilitas publik, sebuah bentuk pengabaian terhadap kepentingan kolektif, dan pelecehan terhadap kewibawaan negara. Aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Resor Sumenep, tidak boleh tinggal diam. Mereka wajib bertindak tegas, mengusut tuntas aktor intelektual dan pihak-pihak yang terlibat dalam aksi barbar ini, termasuk oknum LSM yang diduga memberikan "restu" ilegal.


Sudah saatnya para pemangku kebijakan di Kabupaten Sumenep melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemerintahan dan penegakan hukum. Budaya "pembiaran" dan lemahnya pengawasan harus diakhiri. Kejadian ini harus menjadi momentum untuk menegakkan kembali marwah hukum.


Memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang kebal hukum, dan bahwa kepentingan publik senantiasa diutamakan di atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Jika tidak, Sumenep akan terus terperosok dalam jurang anarki dan ketidakpastian hukum, yang pada akhirnya akan merugikan seluruh masyarakat.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan
iklan