Sumenep, Kompasone.com - Tindakan barbarik dan destruktif yang dilakukan oknum warga di Desa Bilapora Rebba, Sumenep, telah memicu gelombang kemarahan dan keprihatinan mendalam.
Perusakan Jalan Raja Kabupaten, yang terindikasi kuat sebagai aset vital milik provinsi, telah memaksa Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang dan Perhubungan (Disperkimhub) Kabupaten Sumenep untuk mengambil tindakan tegas. Peristiwa yang terjadi pada 8 Mei 2025 ini, bukan hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menodai supremasi hukum.
Warga desa mengidentifikasi pelaku sebagai NN, yang dikenal memiliki reputasi "kebal hukum" dan diduga kuat menyalahgunakan kekuasaannya dengan keyakinan bahwa privilese finansial dapat menafikan konsekuensi yuridis.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya, dengan nada geram menuturkan, "Geneka polana banyak pesena pak, mangkana bengal ngale lorong nga pamerenta," (Orang itu banyak uang, makanya berani menggali jalan milik Negara). Pernyataan ini mengindikasikan adanya arogansi kekuasaan yang berakar pada impunitas semu.
Dalam klaim yang problematik pada 5 Mei 2025, NN menyatakan bahwa ia telah memperoleh "izin" dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kredibilitasnya diragukan.
Lebih lanjut, NN secara prematur menyatakan bahwa LSM tersebut akan bertanggung jawab atas segala konsekuensi, termasuk kemungkinan penahanan. Klaim ini tidak hanya absurd, tetapi juga mencerminkan pemahaman hukum yang dangkal dan upaya manipulasi fakta yang terang-terangan.
Kepala Desa Bilapora Rebba, Fawait, dengan tegas membantah klaim NN. "Tidak ada koordinasi sebelumnya kepada saya, Mas," tegasnya, membuktikan bahwa tindakan NN dilakukan secara ilegal dan tanpa legitimasi prosedural. Penolakan ini memperkuat indikasi adanya pelanggaran hukum yang sistematis dan pembangkangan terhadap otoritas negara.
Merespons eskalasi pelanggaran hukum ini, Abd Basith:pendiri garda raya.sekligus demisioner bendahara PC PMII Sumenep, menyatakan sikap keras. Rencana aksi demonstrasi telah disiapkan sebagai bentuk protes terhadap inefisiensi dan kelambanan aparat pemerintah daerah dalam menangani kasus perusakan fasilitas publik ini.
"Ini masalah nyawa seseorang Mas Hendra, jangan sampai pengguna Fasum tersebut terganggu akibat kelakuan oknum warga itu, saya sangat kecewa kepada pihak pihak terkait, kok dibiarkan sampai saat ini tidak ada tidak tegas," ujar Abd Basith kepada kompasone.com, menyuarakan kekecewaan mendalam atas impotensi penegakan hukum.
Kunjungan Dinas PU Bina Marga ke lokasi kejadian mengungkap dampak kerusakan yang signifikan. Penggalian jalan sedalam sekitar tiga meter bukan hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menciptakan potensi bahaya yang mengancam keselamatan publik.
Kecelakaan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa manusia menjadi konsekuensi logis dari tindakan ceroboh dan tidak bertanggung jawab ini. Pertanyaan mendesak yang harus dijawab adalah: Siapa yang akan mempertanggungjawabkan secara hukum jika terjadi tragedi?
Tindakan NN merupakan pelanggaran hukum yang nyata dan tidak dapat ditoleransi. Jalan, sebagai fasilitas publik yang vital, adalah aset negara yang dilindungi oleh undang-undang dan diperuntukkan bagi kepentingan umum. Oleh karena itu, aparat penegak hukum didesak untuk bertindak cepat, tegas, dan tanpa kompromi.
Pemberitaan yang telah beredar selama beberapa hari terakhir memberikan dasar yang kuat untuk penegakan hukum yang imparsial. Hukum harus ditegakkan tanpa memandang status sosial atau kekayaan. Kasus Bilapora Rebba adalah ujian bagi integritas sistem hukum dan komitmen negara dalam melindungi hak-hak warga negara.
(R. M Hendra)