Sumenep, kompasone.com - Drama politik Pilkada Sumenep 2024 akhirnya mencapai puncaknya. Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tegas menolak permohonan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 (Paslon 01) terkait sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Keputusan ini sekaligus mengukuhkan kemenangan pasangan Achmad Fauzi Wongsoyudo dan Imam Hasyim (Paslon 02) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumenep terpilih.
Paslon 01, yang berambisi untuk membatalkan kemenangan rivalnya, harus menelan pil pahit setelah gugatan mereka dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Penyebabnya tak lain adalah keterlambatan dalam pengajuan permohonan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, setiap sengketa hasil Pilkada memiliki batas waktu pengajuan yang ketat. Paslon 01, sayangnya, gagal memenuhi tenggat waktu tersebut, sehingga permohonan mereka dianggap kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut.
Keterlambatan pengajuan gugatan ini menjadi pukulan telak bagi Paslon 01. Mereka tidak hanya kehilangan kesempatan untuk membatalkan kemenangan Paslon 02, tetapi juga harus menerima konsekuensi hukum yang tak terhindarkan. MK, sebagai penjaga konstitusi dan keadilan pemilu, tidak memiliki pilihan lain selain menolak permohonan yang diajukan di luar batas waktu yang telah ditentukan.
Dengan ditolaknya gugatan Paslon 01 oleh MK, kemenangan Achmad Fauzi dan Imam Hasyim sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumenep periode 2024-2029 menjadi sah dan tidak dapat diganggu gugat. Masyarakat Sumenep kini menaruh harapan besar di pundak mereka untuk membawa perubahan positif dan kemajuan bagi daerah.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi, khususnya bagi para peserta Pilkada. Ketegasan MK dalam menegakkan aturan main terkait batas waktu pengajuan sengketa hasil Pilkada harus menjadi pengingat bahwa setiap tahapan dalam proses demokrasi memiliki konsekuensi hukum yang serius. Keterlambatan atau kelalaian dalam mematuhi aturan dapat berujung pada kerugian yang tidak ternilai.
Menanggapi putusan MK ini, pakar hukum dan pengamat politik Kondang, Mas Ipung SBR, menyatakan bahwa "apapun hasilnya, keputusan hakim MK itu wajib dihargai dan bersifat final mengikat." Beliau menambahkan, "namun jika termohon menemukan kejanggalan pada surat keputusan pemenang bupati Sumenep terkait administrasi dan belum sampai 90 hari, tidak ada salahnya untuk diuji dan digugat ke MK."
Dengan berakhirnya sengketa Pilkada di MK, masyarakat Sumenep kini dapat bernafas lega dan kembali fokus pada pembangunan daerah. Kemenangan Achmad Fauzi dan Imam Hasyim diharapkan dapat membawa angin segar bagi Sumenep, dengan program-program inovatif dan kebijakan yang pro-rakyat.
(R. M Hendra)