Sumenep, Kompasone.com – Institusi pemasyarakatan yang seharusnya menjadi episentrum pembinaan, kini diduga beralih fungsi menjadi medan eksploitasi ekonomi. Pasca-insiden memalukan kaburnya narapidana pada Agustus 2025 dan tragedi maut sengatan listrik pada November 2025, Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Sumenep kembali diguncang isu miring terkait integritas petugas.
Di saat publik disuguhi pemandangan antrean panjang keluarga warga binaan akibat pengetatan prosedur pemeriksaan, sebuah anomali terjadi di balik tembok Rutan. Prosedur super ketat tersebut disinyalir hanyalah "gimmick" administratif untuk menutupi praktik Komersialisasi Jabatan yang dilakukan secara terstruktur.
Hasil investigasi mendalam mengungkap keterlibatan oknum Anggota Kesatuan Pengamanan Rutan (KPR) berinisial MT. Oknum tersebut diduga kuat mengorkestrasi sindikat penjualan nasi bungkus dari luar institusi (Warung Bang Kumis) untuk dipasarkan ke dalam blok hunian dengan harga selisih yang mencekik. Melalui tangan kanan narapidana (tamping) berinisial YT dan BP, sebanyak 40 paket nasi masuk secara masif setiap pagi sekitar pukul 06.00 WIB.
Mantan warga binaan berinisial S , sebut saja Said. Ia membedah betapa rapinya "permainan" ini. Logika hukum sederhana menyatakan bahwa mustahil barang non-dinas bisa melintasi gerbang utama tanpa proteksi dari pemegang otoritas akses.
"Nasi jualan itu milik petugas KPR berinisial MT. Tidak mungkin masuk kalau tidak ada kompromi dengan petugas jaga. Ini bukan lagi rahasia, tapi sudah menjadi skema bisnis di dalam," ungkap S kepada media.
Pengamat Kebijakan Publik, Rasyid Nadhyine, memberikan reaksi keras. Menurutnya, fenomena ini adalah preseden buruk yang merusak marwah Kemenkumham. Secara yuridis, tindakan oknum tersebut merupakan pelanggaran telak terhadap PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Rutan Sumenep bukan paguyuban UMKM atau pasar swasta! Ini institusi negara. Jika logistik saja dijadikan komoditas pribadi, ini adalah pintu masuk (entry point) bagi penyelundupan barang terlarang lainnya," tegas Rasyid dengan nada pedas.
Ia juga memperingatkan Kepala Rutan yang baru, Bapak Aditya, agar tidak menjadi "sandera" bagi bawahan yang memiliki rekam jejak integritas rendah. Kepemimpinan yang masih seumur jagung akan diuji: apakah berani melakukan pembersihan internal atau justru larut dalam arus pembiaran.
Langkah konkret segera diambil. Rasyid Nadine memastikan akan melayangkan surat resmi kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Timur u.p. Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) untuk melakukan audit investigatif menyeluruh.
Di tempat berbeda pada Rabu (31/12), Ibu Sanjaya selaku penyedia nasi daun menjelaskan terkait harga dan menu yang ditawarkan. "Nasi daun itu saya patok Rp10.000 saja dengan lauk telur, tahu, dan tempe. Harganya sudah saya sesuaikan, namun meski terjangkau, rasanya tetap diminati banyak orang," ujarnya.
Dugaan kuat adanya "main mata" antara oknum lapangan dengan jajaran pimpinan KPR menjadi poin krusial yang harus dibongkar. Publik Sumenep kini menunggu, apakah jargon Zero Halinar (Handphone, Pungli, dan Narkoba) benar-benar ditegakkan sebagai komitmen hukum, atau hanya sekadar retorika usang yang dijual untuk menenangkan gejolak masyarakat di ujung timur Pulau Madura.
Institusi tidak boleh kalah oleh oknum. Hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan isi perut.
(R. M Hendra)
