Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Prof. Edy: Tekankan Pertumbuhan Berkualitas dan Tantangan Menuju Indonesia 2050 dalam Outlook Indonesia 2026

Selasa, Desember 16, 2025, 17:10 WIB Last Updated 2025-12-16T10:10:42Z

DIY, kompasone.com - Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec., menegaskan bahwa tantangan utama pembangunan nasional ke depan tidak hanya terletak pada capaian pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tetapi pada kemampuan Indonesia menjaga kualitas pertumbuhan secara berkelanjutan hingga jangka panjang. Hal tersebut disampaikan dalam sambutan sekaligus keynote speech pada Seminar Nasional “Outlook Indonesia 2026: Perspektif Ekonomi, Sosial Politik, Hukum, dan Ketahanan Pangan”, Selasa (16/12) di Auditorium Gedung Piwulangan UWM.


Kegiatan ini juga menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai bidang keilmuan. Dari perspektif ekonomi, seminar diisi oleh Dr. Jumadi, S.E., M.M., Dekan Fakultas Ekonomi UWM sekaligus Ketua Departemen UMKM MES DIY. Sementara dari bidang ketahanan pangan, hadir Prof. Dr. Ambar Rukmini, M.P., Dosen Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Sains dan Teknologi UWM.


Perspektif hukum disampaikan oleh Dr. Kelik Endro Suryono, S.H., M.Hum., Dosen Program Studi Hukum Fakultas Hukum UWM. Adapun perspektif sosial dan politik dipaparkan oleh Dr. As Martadani Noor, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UWM. Moderator seminar oleh Dr. Ronny Sugiantoro, M.M., CHE, Wakil Pemimpin Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat. Dengan pengalamannya di bidang jurnalistik dan kebijakan publik, diskusi berlangsung dinamis dan kritis, serta mendorong pertukaran gagasan yang konstruktif.


Dalam paparannya, Prof. Edy menyampaikan bahwa optimisme pemerintah terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025–2026 perlu dibangun di atas landasan data dan realitas ekonomi global. Ia mengungkapkan bahwa berbagai lembaga nasional dan internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 4,8 hingga 5,3 persen, dengan ketidakpastian global yang masih tinggi akibat dinamika geopolitik, perlambatan ekonomi dunia, serta potensi perang dagang.


“Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak otomatis mencerminkan kesejahteraan masyarakat. Yang lebih penting adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni yang mampu menciptakan lapangan kerja, menurunkan kemiskinan, dan tidak memperlebar ketimpangan sosial,” tegas Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia ini.


Ia menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada sektor padat modal dan pelaku ekonomi besar berisiko hanya dinikmati oleh kelompok tertentu. Kondisi ini, menurutnya, tercermin dari rasio ketimpangan pendapatan yang masih relatif tinggi serta manfaat pembangunan yang belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah.


Dalam konteks jangka panjang, Guru Besar Ilmu Ekonomi ini juga mengaitkan prospek Indonesia dengan kajian global. Ia menyinggung analisis Goldman Sachs yang memproyeksikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia pada tahun 2050, bahkan diprediksi masuk dalam jajaran empat besar ekonomi global. Proyeksi tersebut, menurutnya, menunjukkan besarnya potensi Indonesia dari sisi demografi, sumber daya alam, dan pasar domestik.


Namun demikian, mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia ini juga menegaskan bahwa potensi tersebut tidak akan terwujud secara otomatis. “Prediksi Goldman Sachs tentang Indonesia 2050 adalah peluang sekaligus peringatan. Tanpa reformasi struktural, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan UMKM, serta tata kelola ekonomi dan hukum yang adil, bonus demografi justru bisa berubah menjadi beban,” ujarnya.


Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya arah pembangunan yang berlandaskan prinsip pro-job, pro-poor, dan pro-environment. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5–6 persen akan lebih bermakna apabila berkualitas, inklusif, dan mampu memperkuat daya saing nasional secara berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045 dan seterusnya.


Melalui Seminar Nasional Outlook Indonesia 2026, Prof. Edy berharap perguruan tinggi dapat mengambil peran strategis sebagai pusat kajian kritis dan mitra pemikiran pemerintah. “Universitas harus hadir memberikan analisis objektif dan rekomendasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan bangsa, bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan,” pungkasnya.

Bhenu

Iklan

iklan