Sumenep, Kompasone.com – Investigasi mendalam yang dilakukan oleh Kompasone.com pada Kamis, 3 Juli 2025, menguak fakta-fakta mencengangkan terkait dugaan aborsi yang berujung pada kematian seorang janda muda beranak dua, IN, warga Desa Cangkreng, Dusun Pocang. Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep. Informasi akurat dari sumber terpercaya mengungkapkan adanya indikasi kuat upaya pemufakatan jahat untuk membungkam kasus ini.
Dari penelusuran Kompasone.com, terungkap bahwa pihak keluarga terduga pelaku, KR, warga Desa Middelen, telah memberikan santunan senilai kurang lebih Rp40 juta kepada keluarga korban tiga hari setelah kematian IN. Santunan tersebut diduga sebagai biaya rumah sakit. Lebih lanjut, sumber menyebutkan adanya peran perangkat Desa Cangkreng yang memfasilitasi penyerahan uang kompensasi tersebut.
Setelah penyerahan uang, perangkat desa tersebut mendatangi Kepala Desa Cangkreng, Halili Sarbini, dengan maksud meminta tanda tangan persetujuan yang menyatakan bahwa pihak korban tidak akan melaporkan kematian IN. Namun, Kades Sarbini dengan tegas menolak menandatangani surat tersebut, seraya meminta perangkatnya yang terlibat untuk bertanggung jawab atas tindakannya. Penolakan Kades Sarbini ini patut diapresiasi sebagai bentuk integritas dan komitmen terhadap penegakan hukum.
Kasus dugaan aborsi yang mengakibatkan kematian IN ini sontak menjadi perhatian serius dari kalangan ahli hukum. Ketua Komunitas Warga Kepulauan (KWK), H. Safiudin, S.H., M.H., atau yang akrab disapa H. Piu, menyoroti lambannya penanganan kasus ini oleh pihak kepolisian dan otoritas berwenang lainnya.
"Ini adalah delik umum, yang secara yuridis berarti siapa pun berhak melaporkan, bahkan tanpa laporan sekalipun, aparat penegak hukum wajib menindaklanjutinya secara proporsional. Ini menyangkut nyawa seseorang," tegas H. Piu. Beliau menambahkan bahwa pembiaran kasus semacam ini akan berdampak fatal bagi masa depan bangsa, menciptakan preseden buruk, dan mendorong impunitas bagi pelaku kejahatan.
"Jika hal ini dibiarkan, bagaimana nasib penerus bangsa? Ini akan terjadi berulang-ulang, dan pelaku aborsi akan merasa perbuatannya tidak melanggar hukum," lanjut H. Piu.
H. Piu mendesak aparat penegak hukum, khususnya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sumenep, untuk tidak berdiam diri dan segera mengungkap kejahatan aborsi ini. Beliau menegaskan bahwa aparat tidak seharusnya menunggu laporan untuk bertindak, terutama dalam kasus kejahatan berat seperti ini. H. Piu juga menekankan bahwa Kepala Desa seharusnya melaporkan kasus ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
Mengakhiri pernyataannya, H. Piu menegaskan, "Mengingat kompleksitas dan beratnya dampak dari aborsi yang menyebabkan kematian, sangat kecil kemungkinan kasus ini dapat ditoleransi atau diselesaikan murni melalui pendekatan keadilan restoratif. Proses hukum pidana akan menjadi jalur utama untuk menegakkan keadilan dan memberikan sanksi kepada pelaku. Intinya, dalam kasus aborsi yang menyebabkan kematian, fokus utama adalah penegakan hukum pidana untuk memastikan keadilan bagi korban dan masyarakat."
Kasus dugaan aborsi ini menuntut respons cepat dan tegas dari aparat penegak hukum. Impunitas tidak boleh mengakar di Bumi Sumenep. Keadilan bagi almarhumah IN dan keluarganya harus ditegakkan tanpa kompromi. Akankah aparat penegak hukum di Sumenep mampu menjawab tantangan ini dan membuktikan komitmennya dalam memberantas kejahatan? Publik menanti.
(R. M Hendra)