Sumenep, Kompasone.com – Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Sumenep kini menghadapi sorotan tajam menyusul dugaan serius manipulasi data mustahik dalam program isbat nikah massal. Program yang mengalokasikan dana sebesar Rp70 juta untuk 200 pasangan suami-istri (pasutri) dengan jatah Rp350.000 per pasangan ini, terindikasi kuat sarat pelanggaran dan berpotensi menjadi kasus penyelewengan dana zakat.
Kejanggalan signifikan mencuat dari pernyataan H. Matsuni, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batuputih, yang menegaskan minimnya keterlibatan institusinya dalam aspek teknis program. "Kami hanya diminta untuk mengeluarkan surat rekomendasi yang akan diajukan ke Pengadilan Agama Sumenep.
Jumlah rekomendasi yang kami keluarkan adalah 140 pasutri. Namun, klaim BAZNAS menyebutkan angka 200 pasangan. Ini mengimplikasikan adanya selisih 60 pasutri yang legalitas datanya patut dipertanyakan," ujar Matsuni, menyoroti inkonsistensi data resmi dengan klaim lembaga amil zakat tersebut. Disparitas ini menegaskan potensi adanya data fiktif atau rekayasa dalam daftar penerima manfaat.
Rasyid, seorang pemerhati kebijakan publik, turut memperdalam dugaan penyimpangan dengan mengungkapkan modus operandi yang lebih kompleks. "Dari 140 pasutri yang teridentifikasi, diduga setidaknya separuh di antaranya telah mendaftar dan membiayai proses isbat nikah secara mandiri ke Pengadilan Agama jauh sebelum program BAZNAS ini diluncurkan. Pertanyaan fundamentalnya adalah: siapa entitas yang mendalangi skema ini?
Fenomena ini secara eksplisit mengarah pada dugaan rekayasa administratif dan mark-up data penerima manfaat, yang berimplikasi pada alokasi dana zakat yang tidak tepat sasaran," tegas Rasyid, menekankan adanya praktik benefisiari ganda dan penyalahgunaan wewenang.
Lebih lanjut, program ini juga dipertanyakan dari aspek kualitatif mustahik. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa sebagian peserta program tidak memenuhi kriteria sebagai mustahik (penerima zakat) sesuai dengan delapan golongan asnaf yang ditetapkan dalam syariat Islam, melainkan justru tergolong masyarakat dengan kapasitas ekonomi yang memadai.
Mekanisme pengelolaan program disinyalir diatur oleh Event Organizer (EO) internal BAZNAS yang diidentifikasi sebagai Sugeng, yang ironisnya juga merupakan anggota aktif BAZNAS. Penyaluran dana di lapangan diduga dilakukan secara langsung melalui Kepala Desa Badur, Kecamatan Batuputih, tanpa melibatkan mekanisme verifikasi yang transparan dan akuntabilitas publik yang seharusnya menjadi prinsip utama pengelolaan dana zakat.
Kegiatan yang dilaksanakan di Pantai Badur dan dibuka secara seremonial oleh Wakil Bupati Sumenep, KH. Imam Hasyim, ini kini diselimuti oleh dugaan serius terkait penyimpangan administrasi, penyalahgunaan dana zakat, dan potensi kolusi atau korupsi berjemaah. Hal ini tidak hanya mencederai prinsip-prinsip syar'i, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga pengelola zakat.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak BAZNAS Sumenep, termasuk Ketua BAZNAS Rahman, belum memberikan klarifikasi resmi terkait substansi dugaan-dugaan yang mengemuka ini. Masyarakat menantikan sikap transparan dan pertanggungjawaban penuh dari BAZNAS Sumenep atas indikasi pelanggaran yang serius ini.
(R. M Hendra)