![]() |
Foto tersebut saat sedang bertransaksi antara penjual & pembeli |
Jakarta Barat, Kompasone.com – Penjualan obat keras golongan G seperti Hexymer, Tramadol, dan Reklona kembali diperjualbelikan secara bebas di sebuah toko yang berlokasi di Jalan Panjang, Kedaung Kali Angke, Kota Jakarta Barat, https://maps.app.goo.gl/Ew8XntAkqzGrnbGJ9, pada Rabu (30/04/2025).
Toko ini beroperasi dengan kedok toko kosmetik dan menjadi sorotan karena aktivitas jual beli obat keras tanpa izin yang melibatkan berbagai kalangan pembeli dari muda hingga tua.
Berdasarkan hasil investigasi awak media, toko tersebut ramai dikunjungi pembeli obat daftar G. Saat ditanya mengenai pemilik toko, penjaga bernama Arifin menyatakan.
"Toko ini milik pak Rajap," ungkap Arifin, Penjaga Toko.
Ketika ditanya mengapa toko tersebut masih buka meskipun sudah diberitakan oleh beberapa media.
"Iyah masih buka, walaupun diberitakan tetap buka karena tidak ada yang berani nyuruh tutup Toko Pak Rajap," jelasnya Arifin.
Pernyataan ini terkesan meremehkan terhadap pemberitaan media dan diduga tidak ada tindakan dari Aparat Penegak Hukum.
Masyarakat dan berbagai pihak kini mendesak Polsek Kasihan Jakarta Barat bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera menertibkan toko obat ilegal ini dan mengawasi ketat peredaran obat-obatan terlarang demi melindungi generasi muda dari bahaya penyalahgunaan.
Terkait kegiatan peredaran obat-obatan terlarang tersebut PJ Walikota Jakarta Barat agar mengambil langkah tegas untuk menutup usaha ilegal yang berdampak negatif bagi anak bangsa.
Peredaran obat golongan G tanpa izin edar jelas melanggar hukum. Obat-obatan seperti Hexymer, Tramadol, dan Reklona harus digunakan dengan resep dokter karena efek sampingnya yang berbahaya dan mirip narkoba.
Oleh karena itu, para pelaku usaha yang tanpa izin memperjualbelikan obat-obatan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang mengancam dengan pidana penjara hingga 10 tahun, serta Pasal 197 UU Kesehatan yang dapat dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
>Red