Sumenep, Kompasone.com - Sebuah kabar mengejutkan mengguncang aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Kalianget. Seorang anggota Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Karya Mandiri, yang memilih untuk tetap anonim, membocorkan praktik dugaan pemotongan upah yang diperuntukkan sebagai "uang taming".
Menurut sumber tersebut, besaran potongan bervariasi, mencapai 1% untuk kuli luar kapal dan bahkan mencengangkan hingga 25% untuk kuli dalam kapal. Dana yang terkumpul dari pemotongan ini diduga kuat diserahkan kepada pihak Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kalianget dengan sebutan "uang Cos".
Tak hanya itu, kejanggalan lain yang diungkapkan anggota TKBM tersebut mengarah pada status hukum TKBM Karya Mandiri. Sumber itu menyebutkan bahwa TKBM yang sebelumnya telah "koleb" (gulung tikar) akibat gagal melunasi tunggakan utang kepada Bank BRI senilai Rp 300 juta. Lebih lanjut, muncul indikasi bahwa TKBM saat ini diduga "bodong" (ilegal).
Fakta mencurigakan lainnya adalah ketidaksesuaian jumlah kartu anggota yang dicetak oleh TKBM, yakni sebanyak 224 kartu, berbanding jauh dengan jumlah anggota aktif yang hanya 147 orang. Pertanyaan besar pun muncul: kemana ratusan kartu anggota yang tidak terdistribusi tersebut?
Menanggapi informasi ini, Rasyid Nadyin seorang aktivis pemerhati kebijakan, menyatakan kemarahan dan kegeramannya. Ia menuding keras KSOP Kalianget terlibat dan menerima aliran dana haram dari praktik pemotongan upah anggota TKBM Karya Mandiri. Menurutnya, praktik ini sudah berjalan cukup lama dan sangat merugikan para pekerja.
"Ini jelas praktik pungutan liar yang tidak bisa dibiarkan! KSOP Kalianget harus bertanggung jawab jika terbukti menerima uang haram dari keringat para buruh," tegas Rasyid dengan nada berapi-api.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak TKBM Karya Mandiri maupun KSOP Kalianget terkait tudingan serius ini. Publik menanti investigasi mendalam dan transparansi untuk mengungkap kebenaran di balik skandal yang mencoreng dunia pekerja pelabuhan ini.
(R. M Hendra)