Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Diduga Honor Perangkat Desa Sumberurip Dipotong Untuk Jalan-Jalan Fiktif, Kepala Desa Bungkam

Jumat, Mei 09, 2025, 16:40 WIB Last Updated 2025-05-09T09:40:57Z


Kabupaten Bekasi, Kompasone.com -Aroma bau busuk kembali tercium dari lingkungan pemerintahan desa. Kali ini, dugaan pungutan liar (pungli) menyeruak dari Desa Sumberurip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, yang disebut telah memotong honor pegawai secara sepihak dengan dalih kegiatan jalan-jalan yang hingga kini tak jelas rimbanya. Jum'at 09/05/2025


Pemotongan pertama dilakukan pertengahan tahun 2024 sebesar Rp500 ribu, disusul pemotongan kedua pada Desember 2024 sebesar Rp600 ribu. Total potongan mencapai Rp1,1 juta per pegawai, namun hingga memasuki Mei 2025, tak satu pun kegiatan dilaksanakan ataupun dipertanggungjawabkan secara resmi.


Lebih parah, pegawai yang mempertanyakan pemotongan itu justru diancam untuk mengundurkan diri. Salah satu perangkat desa berinisial IS mengaku mendapatkan tekanan langsung dari kepala desa.


“Saya ditelepon dan diminta untuk ikut aturan desa. Kalau tidak mau, saya disuruh buat surat pengunduran diri. Ini bukan kebijakan, ini intimidasi,” ujar IS dengan nada kecewa.


IS pun menuntut agar dana tersebut dikembalikan karena dianggap sebagai hak pegawai yang dirampas secara sepihak.


“Kami hanya minta keadilan. Uang yang dipotong tanpa kejelasan itu harus dikembalikan. Jangan bungkam kami dengan tekanan jabatan,” tegasnya.


Menanggapi hal ini, Ketua DPC Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Kabupaten Bekasi, Ahmad Syarifudin, C.BJ.,C.EJ mengutuk keras tindakan tersebut. Ia menilai ini sebagai bentuk pemaksaan terselubung yang berpotensi pidana dan harus disikapi serius.


“Aroma busuk dugaan pungli ini tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Kepala desa yang menggunakan dalih kegiatan fiktif dan menekan pegawai adalah bentuk pelanggaran berat. Ini bukan hanya mencederai etika birokrasi, tapi juga masuk ranah hukum,” kecam Ahmad Syarifudin 


Ahmad Syarifudin mendesak Bupati Bekasi, DPMD, Inspektorat, hingga Kejaksaan Negeri untuk turun tangan melakukan audit dan investigasi menyeluruh.


“Jangan ada pembiaran! Ini harus diselidiki sampai tuntas. Bupati Bekasi harus tegas, Inspektorat jangan mandul, DPMD jangan lindungi oknum, dan Kejaksaan jangan tunggu bola,” tegasnya.


Ia juga menantang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sumberurip untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil sikap sebagai lembaga pengawas.


“Kalau BPD diam, mereka ikut bertanggung jawab atas pembusukan ini. Ini soal keberpihakan pada keadilan atau jadi bagian dari kebusukan itu sendiri,” tegas Ahmad.


Kasus ini menjadi pengingat bahwa jabatan publik bukan tempat untuk menyalahgunakan kekuasaan. Praktik seperti ini tak hanya memalukan, tapi juga merusak citra seluruh pemerintahan desa di Kabupaten Bekasi.


 ( kholili S )

Iklan

iklan