Sumenep, Kompasone.com – Gagalnya penampilan DJ Almira Berto di Lapangan Giling Pangarangan, Kabupaten Sumenep pada tanggal 18 Januari lalu telah memicu perdebatan sengit mengenai dinamika budaya di daerah tersebut. Kejadian ini bukan sekadar pembatalan konser biasa, melainkan cerminan dari tarik-menarik antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan modernitas yang semakin kompleks.
Sebagai kabupaten yang dikenal dengan kekayaan budaya dan nilai-nilai keagamaan yang kuat, Sumenep seringkali dipandang sebagai benteng tradisi di tengah arus globalisasi. Namun, keputusan untuk membatalkan konser DJ Almira Berto, yang tiketnya telah ludes terjual, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang sejauh mana masyarakat Sumenep siap menerima bentuk-bentuk ekspresi seni kontemporer.
Pihak penyelenggara acara, EO Hilmy, mengungkapkan bahwa keputusan penundaan diambil setelah menerima dua kali surat teguran anonim yang berisi penolakan terhadap kehadiran DJ Almira Berto. Surat-surat tersebut, yang diduga berasal dari kelompok masyarakat tertentu, menjadi alasan utama mengapa konser tersebut harus dibatalkan.
Peristiwa ini mengungkap adanya konflik nilai yang cukup tajam antara generasi tua dan muda di Sumenep. Generasi muda, yang cenderung lebih terbuka terhadap budaya pop dan hiburan modern, merasa kecewa dengan pembatalan konser tersebut. Mereka berargumen bahwa Sumenep tidak seharusnya anti-budaya dan bahwa mereka berhak menikmati hiburan yang sama seperti di kota-kota besar lainnya.
Di sisi lain, generasi tua dan kelompok masyarakat konservatif berpendapat bahwa konser DJ Almira Berto dapat merusak nilai-nilai moral dan budaya yang telah lama dijaga oleh masyarakat Sumenep. Mereka khawatir bahwa acara semacam itu dapat memicu degradasi moral dan perilaku menyimpang di kalangan generasi muda.
Pemerintah Kabupaten Sumenep berada dalam posisi yang sulit dalam menghadapi situasi ini. Di satu sisi, mereka ingin menjaga kondusivitas daerah dan menghormati aspirasi masyarakat. Di sisi lain, mereka juga dituntut untuk memfasilitasi perkembangan seni dan budaya serta memenuhi kebutuhan generasi muda.
Pembatalan konser DJ Almira Berto menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih kesulitan dalam menyeimbangkan antara kepentingan kelompok konservatif dan keinginan generasi muda untuk berekspresi. Kejadian ini menjadi pengingat bahwa proses modernisasi tidak selalu berjalan mulus dan seringkali menimbulkan konflik sosial.
Beberapa pertanyaan penting yang perlu dijawab setelah peristiwa ini
Sejauh mana masyarakat Sumenep siap menerima perubahan budaya?
Bagaimana cara pemerintah daerah memfasilitasi perkembangan seni dan budaya tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional?
Apa peran tokoh agama dan masyarakat sipil dalam mengatasi konflik nilai ini?
Peristiwa pembatalan konser DJ Almira Berto di Sumenep menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Kejadian ini menunjukkan bahwa dalam membangun masyarakat yang modern dan maju, kita perlu menyeimbangkan antara mempertahankan nilai-nilai tradisional dan menerima perubahan zaman
(R. M Hendra)