Sumenep, Kompasone.com – Bank Mandiri Taspen (Mantap) Cabang Sumenep kini terperosok dalam pusaran dugaan pelanggaran serius terhadap hak fundamental nasabah dan prinsip hukum perbankan, menyusul aduan tajam dari seorang debitur pensiunan, Maulana, perihal penghambatan sistemik atas niatnya menuntaskan kewajiban kredit. Peristiwa ini bukan sekadar keluhan, melainkan sinyal bahaya akan erosi kepatuhan institusi finansial terhadap regulasi yang berlaku.
Maulana, seorang mantan Pejabat Inspektorat Sumenep, telah menyampaikan keinginan eksplisit dan mendesak untuk segera melakukan Pelunasan Dipercepat atas sisa utang kreditnya. Namun, upaya yang seharusnya menjadi hak mutlak nasabah ini, justru dihadapkan pada birokrasi yang terkesan arbitrer dan berlarut-larut oleh pihak Bank Mantap Sumenep.
Dikonfirmasi pada Jumat (12/12/2025), Ade, Pegawai Bank Mantap Cabang Sumenep yang menangani pensiunan, memberikan keterangan yang sangat meragukan. Ia menyebut permohonan pelunasan oleh debitur "baru mengusulkan" dan harus "dikonfirmasikan ke pimpinan pusat".
Keterangan ini, secara hukum, merupakan dalih penundaan yang patut dipertanyakan. Hingga rilis ini diterbitkan, proses tersebut dilaporkan 'masih menemukan jalan buntu'.
"Apakah ada aturan di Bank Mantap sehingga nasabah yang ingin melunasi seakan tidak mendapat haknya sebagai nasabah untuk melunasi apa yang menjadi beban dirinya selama ini?" tegas Maulana, mempertanyakan landasan hukum praktik yang ia rasakan sebagai penghambatan yang disengaja.
Kekhawatiran Maulana semakin menguat lantaran ia dijanjikan penyelesaian di Januari 2026, padahal ia berpacu dengan batas waktu akhir bulan ini. Penundaan sepihak ini berarti Maulana akan terus dibebani bunga bank di tahun berikutnya, sebuah kerugian finansial yang timbul akibat kelalaian layanan bank.
Secara yuridis, hak nasabah untuk menyelesaikan kewajiban pokok utang merupakan hak melekat yang dijamin oleh kontrak kredit dan berada di bawah payung Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Penundaan atau pengabaian tanpa dasar hukum yang sah terhadap Pelunasan Dipercepat dapat dikategorikan sebagai Cidera Janji (Wanprestasi), bahkan berpotensi sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk merugikan nasabah (Pasal 1365 KUH Perdata).
Dasar argumentasi "harus menunggu konfirmasi pusat" tanpa jangka waktu yang pasti, menunjukkan kelemahan struktural dalam Standard Operational Procedure (SOP) Bank Mantap yang bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Regulasi ini secara tegas mewajibkan pelaksanaan transaksi perbankan dengan asas kehati-hatian (Prudence), transparansi, dan perlindungan konsumen yang adil.
Kompasone.com mencatat bahwa upaya konfirmasi kepada Pimpinan Bank Mantap Sumenep terkait kepastian pelunasan Maulana tidak membuahkan hasil, menandakan adanya pola pengabaian dan minimnya akuntabilitas.
Kami mendesak agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Madura segera melakukan Audit Kepatuhan Menyeluruh terhadap prosedur operasional Bank Mantap Cabang Sumenep terkait hak Pelunasan Dipercepat Nasabah.
Tindakan tegas dan terukur dari OJK diperlukan untuk menghentikan praktik yang berpotensi merugikan nasabah pensiunan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.
Kepastian hukum bagi nasabah pensiunan adalah harga mati yang tidak boleh ditawar oleh birokrasi Bank!
(R.M Hendra)
