Sumenep, Kompasone.com - Dinamika politik domestik kembali terentang dalam sebuah polemik yang substansial, mempertaruhkan esensi keadilan dan independensi institusi penegak hukum. Sebuah narasi yang kian menguat di ruang publik mengindikasikan adanya manuver yang berpotensi mereduksi marwah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), mengubahnya dari garda terdepan pelindung masyarakat menjadi sebuah instrumen yang rentan terhadap hegemoni politik sesaat. Wacana ini menyeruak dengan kuat, dipicu oleh ketidakpuasan kolektif atas apa yang dianggap sebagai intervensi yang dipaksakan dan berujung pada pengorbanan integritas.
Pernyataan publik yang tegas menggarisbawahi premis filosofis bahwa keadilan tidak akan pernah lahir dari kepalsuan dan permaian politik adalah sebuah refleksi krusial terhadap kondisi kontemporer. Ketika institusi penegak hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir kebenaran dipaksa tunduk pada alur rekayasa dan tipu daya politik sempit, fondasi negara hukum secara fundamental terancam. Eksploitasi institusional semacam ini hanya akan melahirkan diskrepansi yang semakin lebar antara das Sollen (apa yang seharusnya) dan das Sein (apa yang senyatanya) dalam penegakan hukum.
Sentimen yang bergemuruh di masyarakat menunjukkan adanya kejenuhan terhadap fenomena "kambing hitam kekuasaan". Polri, sebagai sebuah institusi yang sarat dengan beban tugas dan tanggung jawab, tidak boleh dijadikan tumbal untuk menutupi defisit kepercayaan atau kegagalan politik segelintir elit. Tuntutan akan independensi Polri adalah manifestasi dari kebutuhan mendasar akan kepastian hukum yang tidak partisan, yang mampu berdiri tegak sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, bukan sekadar alat yang diperalat.
Suara rakyat kini tervisualisasi dalam sebuah penolakan kolektif yang tegas Tolak Reformasi Polri! Seruan ini, yang sejatinya adalah sebuah otokritik terhadap arah kebijakan yang dianggap kontra-produktif, menyerukan perlunya kesadaran kolektif untuk menjaga Polri untuk bangsa. Intinya adalah sebuah desakan agar komitmen negara terhadap supremasi hukum diwujudkan dengan tidak membiarkan keadilan dikorbankan di meja kepentingan politik.
Maka, tantangan mendesak bagi para pemangku kebijakan saat ini adalah melakukan introspeksi mendalam. Hanya dengan integritas tanpa kompromi dan pemisahan yang jelas antara otoritas politik dan otoritas penegakan hukum, Polri dapat memulihkan dan mempertahankan legitimasinya di hadapan publik, sehingga kepercayaan sebagai modal sosial paling berharga dapat direkonstruksi dan diperkuat.
Penulis : R. M Hendra
