![]() |
Fajar Santoso, Dosen FEBI UIN Raden Mas Said Surakarta |
Minimarket, sebagai salah satu format ritel modern dengan luasan toko di bawah 500 m², telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat perkotaan di Indonesia. Persebarannya yang merata, harga yang kompetitif, dan lokasi yang strategis membuat minimarket seperti Alfamart dan Indomaret mendominasi pangsa pasar ritel kebutuhan sehari-hari. Data Euromonitor International (2022) menunjukkan bahwa pangsa perdagangan modern dari format kecil (minimarket dan convenience store) di Indonesia naik dari 47% pada 2013 menjadi 73% pada 2022 dengan nilai pasar mencapai USD 16,6 miliar.
Namun, di tengah pertumbuhan ini, muncul prediksi bahwa minimarket akan menjadi "fosil ritel" dalam satu dekade mendatang akibat disrupsi teknologi dan perubahan perilaku konsumen. Pertumbuhan quick commerce, dark store, dan platform e-commerce dengan kecepatan pengiriman di bawah 15 menit dinilai mampu menggeser relevansi minimarket.
Fenomena ini mengingatkan pada runtuhnya warung telekomunikasi (wartel) ketika ponsel menjadi murah dan mudah diakses.
Di sisi lain, terdapat pandangan optimis bahwa minimarket justru akan terus berkembang karena memiliki fleksibilitas adaptasi yang tinggi, termasuk digitalisasi layanan, integrasi pembayaran elektronik, serta penambahan layanan non-retail seperti top-up e-wallet, pembayaran tagihan, hingga pengiriman logistik jarak dekat.
Konsep Ritel dan Format Minimarket
Ritel merupakan kegiatan menjual barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir dalam jumlah kecil untuk penggunaan pribadi (Kotler & Keller, 2016). Di Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 membedakan ritel modern menjadi hipermarket, supermarket, dan minimarket. Minimarket beroperasi dengan luasan lantai di bawah 500 m², menargetkan konsumen di area padat penduduk, dan menawarkan kenyamanan serta kecepatan layanan.
Tren Pertumbuhan Minimarket di Asia Tenggara
Boston Consulting Group (BCG) mencatat bahwa format toko kecil (<500 m²) semakin mendominasi pasar Asia Tenggara. Di Indonesia, pangsa minimarket naik signifikan, didominasi oleh Indomaret dan Alfamart. Fenomena serupa terjadi di Malaysia melalui 99 Speedmart, di Thailand oleh 7-Eleven, dan di Filipina oleh Alfamart dan Dali. Strategi harga rendah, kedekatan lokasi, dan operasional efisien menjadi faktor keberhasilan (Moy, 2023; Cua, 2023).
Ancaman Disrupsi Teknologi
Pertumbuhan quick commerce dan dark store menghadirkan ancaman serius bagi minimarket. Dark store adalah gudang mikro di area pemukiman yang berfungsi melayani pesanan online dengan cepat tanpa biaya operasional etalase fisik (Statista, 2022). Model ini berpotensi mengurangi kebutuhan konsumen untuk mengunjungi minimarket, terutama bagi generasi muda yang lebih nyaman berbelanja secara daring.
Potensi Adaptasi dan Transformasi Bisnis Minimarket
Meskipun menghadapi tantangan, minimarket dapat bertahan melalui inovasi model bisnis, seperti menjadi pusat logistik mikro, bermitra dengan e-commerce, dan mengintegrasikan layanan omnichannel. Penelitian McKinsey (2022) menyarankan bahwa ritel modern dapat memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas penetrasi pasar dengan tetap mempertahankan kedekatan fisik dengan konsumen.
