TAPUT, kompasone.com -Suasana hangat namun serius terasa di ruang rapat mini Kantor Bupati Tapanuli Utara, Selasa (21/10) sore tadi.
Bupati Tapanuli Utara JTP sapaan akrab untuk Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat memimpin rapat bersama jajaran Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, Petani Milenial, dan TAPD, membahas arah pembangunan daerah tahun 2026.
Di hadapan mereka bukan sekadar tabel dan angka anggaran, melainkan gagasan besar membangun kemandirian pangan dari tangan petani milenial lokal.
“Dalam pelaksanaan MBG, ada dana sebesar Rp187 miliar yang akan berputar di Kabupaten Tapanuli Utara. Dana ini bukan sekadar angka, tapi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita,” ujar Bupati JTP dengan nada optimis.
Kata JTP, program Makanan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya soal memberi makan anak-anak, melainkan menggerakkan ekonomi desa, menghidupkan lahan, dan memperkuat peran petani.
Ia menegaskan, pemerintah cukup berperan sebagai pengarah kebijakan dan penyedia anggaran, sementara pelaku utama ada di lapangan adalah para Petani Milenial dan Kelompok Tani.
“Setiap kelompok masyarakat dan petani milenial harus mampu memproduksi bahan untuk MBG dan menangkar benih agar kita berdikari dan tidak bergantung pada daerah lain,” tegasnya.
Gagasan ini dirancang bukan untuk hasil instan saja namun, Bupati JTP menginginkan kebijakan yang tepat sasaran, terukur, dan berkelanjutan.
Tahun 2026 ditetapkan sebagai titik awal pelaksanaan, sementara hasilnya diharapkan terlihat pada tahun-tahun berikutnya.
“Kalau tahun ini kita merencanakan, tahun depan kita action. Tahun 2027 kita harus sudah melihat hasilnya,” ujarnya penuh keyakinan.
Dalam rapat itu, Bupati juga menekankan pentingnya perencanaan berbasis data, menghitung kebutuhan MBG secara akurat, dan menyesuaikannya dengan kapasitas produksi petani lokal.
Ia turut mendorong Perseroda untuk menampung hasil pertanian dan menyalurkannya ke program MBG, agar rantai pasok tetap berputar di dalam daerah.
Baginya, pembangunan tidak harus besar dan cepat, tetapi berkualitas dan tumbuh dari bawah.
“Kalau dalam setahun kita hanya bisa membina 20 kelompok tani, tidak apa-apa. Yang penting mereka benar-benar berkembang dan menjadi pionir. Setelah itu, baru bantuan bisa diarahkan ke kelompok lain,” tutupnya.
(Bernat L. Gaol)
