Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Guncangan Epistemik di Sumenep, Ketika Generasi Muda Menggugat Arah Bahtera Kepemimpinan

Sabtu, Juni 28, 2025, 01:06 WIB Last Updated 2025-06-27T18:06:49Z

Sumenep, Kompasone.com – Sebuah gelombang disonansi kognitif tengah menghantam lanskap politik Sumenep, menyusul rilis survei terbaru oleh Academica and Social Studies (Acces). Lebih dari 80% generasi muda, sang tulang punggung prospektif masa depan daerah.


Hal ini terekam dalam matra pesimisme akut terhadap nakhoda kepemimpinan duet Fauzi–Imam. Temuan ini, yang seketika merebut atensi publik, secara gamblang mengindikasikan erosi fundamental kepercayaan dari segmen demografi yang seyogyanya menjadi motor penggerak pembangunan.


Di tengah riuhnya upaya delegitimasi narasi survei mulai dari kritik metodologis hingga perdebatan ihwal signifikansi responden Ketua Komunitas Warga Kepulauan (KWK), H. Safiudin, tampil menohok dengan adagium pragmatis.


"Survei ini bukan untuk dilawan, apalagi dihujat. Ia adalah cermin. Manakala masyarakat, khususnya generasi muda, mengartikulasikan ketidakpuasan, maka imperatifnya adalah introspeksi, bukan reaksi emosional," tegas Safiudin pada Jumat (27/6/2025).


Safiudin menganalisis, gelombang pesimisme ini bukan anomali yang tiba-tiba muncul dari ruang hampa. Ia adalah akumulasi preseden problematik yang telah mengendap dan membusuk dalam memori kolektif.


Rentetan isu, mulai dari pusaran kasus Kapitasi yang menguap, polemik BSPS yang viral, dugaan involusi oknum dalam skema program sosial, pemotongan infak 2.5% PNS, hingga resistensi terhadap proyek seismik yang terindikasi hanya menggemukkan kantong segelintir oligarki yang berafiliasi dengan kekuasaan, menjadi simfoni disonansi yang menabuh genderang ketidakpercayaan.


"Di wilayah kepulauan, disforia pembangunan adalah realitas pahit yang paling kami rasakan. Kami bagai anak tiri yang terpinggirkan. Infrastruktur jalan hancur lebur, elektrifikasi sporadis, layanan dasar bagai ada tiada. Ironisnya, alokasi anggaran untuk promosi wisata di pusat kota justru membengkak tak proporsional," ungkap Safiudin, menyoroti jurang ketimpangan yang kian menganga.


Tak luput dari sorotan pedas adalah performa BAZNAS Sumenep. Lembaga yang seharusnya menjadi kanal distributif zakat dan sedekah, justru menuai kaskade kritik karena disinyalir mengalami disorientasi fungsi dan tumpang tindih dengan mandat Dinas Sosial dan BPBD.


"Sudah banyak tokoh yang mendesak evaluasi total terhadap BAZNAS. Bahkan, ada usulan radikal untuk membubarkannya saja, agar fungsi primernya dapat diampu secara lebih efektif oleh Dinsos dan BPBD," imbuh Safiudin, menunjukkan tingkat frustrasi publik yang memuncak.


Mengakhiri penuturannya, Safiudin menyerukan kepada pihak-pihak yang masih alergi terhadap data survei untuk mengalihkan energi mereka dari kontra-narasi menjadi aksi korektif. "Jika arah kebijakan dibenahi, komunikasi dibuka selebar-lebarnya”


“dan distribusi pembangunan diwujudkan secara lebih adil, saya meyakini rehabilitasi kepercayaan publik adalah keniscayaan. Namun, ada satu prasyarat mutlak: jangan pernah alergi terhadap kritik," pungkas Safiudin, sebuah aduan lugas yang menuntut refleksi dan tindakan, bukan sekadar respons defensif.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan